SIARAN PERS
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
NOMOR: SP.835/SJ.5/VIII/2021
Manfaatkan Limbah Tekan Biaya Produksi, Penyuluh Perikanan Dianugerahi Satyalancana
https://kkp.go.id/artikel/33363-manfaatkan-limbah-tekan-biaya-produksi-penyuluh-perikanan-dianugerahi-satyalancana
JAKARTA (18/08) - Tingginya harga pakan ikan sebagai komponen terbesar, sekitar 60-80%, dalam kegiatan budidaya perikanan menjadi permasalahan bagi masyarakat pembudidaya ikan. Banyaknya sampah dan limbah rumah tangga yang terus-menerus dihasilkan setiap hari juga merupakan salah satu permasalahan lainnya di masyarakat. Lalu apa hubungannya? Tingginya kedua permasalahan tersebut ternyata dapat ditekan melalui inovasi maggot sebagai pakan ikan, yang dibudidayakan menggunakan sampah dan limbah rumah tangga sebagai pakan maggot.
Pembangunan perikanan budidaya sebagai salah satu landasan bagi pemulihan dan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang menghadapi berbagai tantangan antara lain pemenuhan kecukupan sumber protein pangan, peningkatan kesejahteraan masyarakat pedesaan dan penyediaan lapangan kerja melalui optimalisasi sumber daya perikanan yang ada. Berdasarkan tantangan dan masalah di atas maka penciptaan dan pengembangan teknologi budidaya perikanan yang partisipatif dan spesifik lokasi harus dilakukan.
Seiring dengan meningkatnya harga pakan komersial akibat tingginya harga tepung ikan membuat biaya produksi ikan semakin meningkat. Untuk menurunkan biaya produksi dari pakan, perlu dicarikan bahan alternatif yang dapat digunakan sebagai pakan atau bahan pengganti tepung ikan. Salah satu bahan alternatif tersebut adalah larva serangga bunga dari spesies Hermetia illucens (larva serangga Black Soldier Flies disingkat BSF atau disebut maggot), yang diproduksi melalui proses biokonversi. Biokonversi adalah sebuah proses untuk mengubah bentuk dari produk yang kurang bernilai menjadi produk bernilai menggunakan agen biologi (serangga BSF).
Terkait maggot tersebut, telah banyak yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), melalui Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM), mulai dari riset dan inovasi teknologi, budidaya, hingga implementasi dan pendampingannya di masyarakat. Salah satu sosok yang telah berjasa dalam mengembangkan maggot di masyarakat adalah Mahmud Efendi, Penyuluh Perikanan Pertama pada Balai Pelatihan dan Penyuluhan Perikanan Tegal BRSDM.
Atas prestasinya tersebut Mahmud dianugerahi Tanda Kehormatan Satyalancana Wira Karya dari Presiden Joko Widodo, yang diserahkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, Selasa (17/8/2021), bersama beberapa pegawai KKP lainnya, termasuk dari BRSDM. Mahmud dinilai berhasil memasyarakatkan dan mendampingi proses kloning budidaya BSF sebagai solusi pengolahan sampah penghasil pakan ikan alternatif yang ramah lingkungan, berbiaya murah dan sederhana, kandungan protein lebih tinggi dari pakan pabrikan, sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Temanggung.
"Kepada Bapak, Ibu penerima Satyalancana hari ini, anda merupakan ujung tombak terdepan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk hadir di tengah-tengah masyarakat kelautan dan perikanan dalam memberikan pelayanan yang terbaik," ucap Menteri Trenggono.
Menurut Plt. Kepala BRSDM Kusdiantoro, upaya yang dilakukan pihaknya dalam rangka mendukung tiga terobosan yang menjadi prioritas utama KKP 2021-2024. Pertama, peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sumber daya alam perikanan tangkap untuk peningkatan kesejahteraan nelayan. Kedua, Pengembangan perikanan budidaya untuk peningkatan ekspor. Ketiga, pembangunan kampung-kampung perikanan budidaya air tawar, air payau dan air laut berbasis kearifan lokal.
Sementara itu, menurut Mahmud, dipilihnya maggot sebagai bahan pakan alternatif karena memiliki nilai gizi yang cukup baik dengan kadar protein 40-50%, serta mudah dibudidayakan secara massal. Dengan keberadaan percontohan penyuluhan perikanan budidaya Maggot BSF diharapkan pengkajian seputar Maggot BSF dapat memberikan dampak yang positif terhadap adopsi dan penerapan teknologi budidayanya. Dalam pelaksanaan percontohan ini para pembudidaya ikan diposisikan sebagai subjek dan pelaksana percontohan yang dilakukan secara partisipatif. Dengan demikian teknologi yang dihasilkan betul–betul yang diinginkan oleh sasaran penyuluhan. Sehingga sasaran bisa mengatasi permasalahan yang ada baik permasalahan sosial maupun teknis yang dihadapi dengan tetap dilakukan pendampingan sehingga teknologi tersebut bisa diterima atau dengan kata lain teknologi tersebut adalah teknologi spesifik lokasi dengan menyesuaikan kondisi yang ada di sekitar percontohan.
Mahmud melanjutkan, budidaya air tawar dari tahun ke tahun di Temanggung semakin meningkat, namun kendala utama adalah biaya produksi pakan tinggi karena suhu di Temanggung termasuk sejuk sehingga membutuhkan waktu budidaya lebih lama daripada waktu budidaya ikan di tempat dataran rendah.
Di sisi lain, kondisi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Temanggung saat ini sudah hampir penuh, yaitu terisi lebih dari 90 persen. TPA direncanakan memiliki daya tampung sebanyak 1.447.400 meter kubik. Sementara volume sampah mencapai 220 meter kubik per hari. Pemerintah Kabupaten Temanggung telah mengupayakan berbagai program alternatif pengelolaan sampah, seperti Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS 3R), Bank Sampah, Tempat Pengolahan Sampah Desa (TPSD), dan Temanggung Bebas Sampah. Persoalan sampah ini sudah sangat mengkawatirkan, sehingga harus dilakukan tindakan-tindakan pengelolaan yang baik. Adapun upaya perluasan TPA akan dilakukan pada lahan seluas 1,5 hektare. Lokasi perluasan TPA ini direncanakan mampu menampung sekitar 950 ribu meter kubik sampah.
Dengan permasalahan sampah tersebut telah diambil langkah koordinasi dengan pihak Dinas Lingkungan Hidup untuk menjadikan Budidaya Maggot BSF sebagai salah satu solusi mengatasi permasalahan sampah di TPS 3R, Bank Sampah, TPSD yang ada di Temanggung. Bersama Dinas Lingkungan Hidup dan para stakeholder telah dilakukan survei ke beberapa Bank Sampah untuk melihat potensi limbah sampah organik yang selama ini belum banyak dilirik.
“Sampah dan limbah rumah tangga tersebut bisa menjadi alternatif pakan bagi Maggot BSF sekaligus bisa menjadi solusi permasalahan sampah yang ada baik di perkotaan maupun di pedesaan. Masyarakat desa pun bisa diberdayakan sejak hulu sampai hilir untuk mengolah sampah rumah tangga dengan pemanfaatan budidaya Maggot BSF ini. Dengan demikian, permasalahan sampah tak akan menjadi masalah lagi, justru bisa menjadi berkah bagi masyarakat dengan menjadikan budidaya Maggot BSF sebagai alternatif usaha untuk pemberdayaan dan peningkatkan pendapatan masyarakat pedesaan,” ujar Mahmud.
Ia menyampaikan data produksi ikan konsumsi di Temanggung berdasarkan data Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Temanggung tahun 2019 untuk lele 4.210,74 ton; ikan nila 4.009,23 ton; dan ikan mas 4.126,5 ton. Total produksi mencapai 12.346,22 ton. Estimasi kebutuhan pakan pabrikan untuk ikan konsumsi dengan FCR 1,5 adalah 18.599,23 ton. Estimasi biaya pakan Rp222,23 miliar dan estimasi jika pakan diganti 50% oleh Maggot BSF dapat menghemat Rp111 miliar.
“Karenanya Maggot BSF bisa menjadi solusi sebagai pakan alternatif untuk ikan dengan harga murah dan menjadi alternatif solusi dalam mengolah sampah yang selama ini dianggap menjadi masalah, berubah menjadi sesuatu yang membawa berkah,” pungkas Mahmud.
HUMAS BRSDM