© Copyright 2024, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia

Tingkatkan Produktivitas, KKP Gelar Diseminasi Teknologi

Kamis, 4 November 2021


SIARAN PERS
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
NOMOR: SP. 1076/SJ.5/XI/2021

 

JAKARTA (4/11) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) semakin gencar melakukan peningkatan produktivitas dan perekonomian pelaku usaha kelautan dan perikanan. Peningkatan tersebut salah satunya dilakukan dengan mengerahkan aspek riset dan teknologi.

 

Guna menyalurkan inovasi teknologi yang efektif dan efisien kepada masyarakat luas, KKP melalui Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) mengadakan Seminar Technoterap secara blended online, 29 Oktober 2021. Tiga tema yang diangkat yaitu penggunaan microbubble pada pembesaran udang vaname di kolam bulat dengan sistem bioflok, pendingin ikan bertenaga surya di kapal penangkap ikan, dan pengamatan efektivitas hasil tangkapan rawai dasar dengan menggunakan jenis bahan dan alat tangkap yang berbeda.

 

Difasilitasi oleh Balai Pelatihan dan Penyuluhan Perikanan (BPPP) Bitung di bawah supervisi Pusat Pelatihan dan Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (Puslatluh KP) BRSDM, kegiatan ini diikuti oleh sekitar 258 peserta yang terdiri dari jajaran penyuluh perikanan, akademisi, praktisi dan masyarakat luas yang bersemangat untuk mengembangkan usaha kelautan dan perikanan.

 

Kegiatan tersebut berperan aktif dalam mendukung terwujudnya program prioritas KKP. Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menetapkan tiga program prioritas yang menjadi terobosan KKP, meliputi peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari subsektor perikanan tangkap melalui kebijakan penangkapan terukur, peningkatan produktivitas komoditas budidaya berorientasi ekspor yang didukung hasil riset kelautan dan perikanan, serta pembangunan kampung-kampung budidaya berbasis kearifan lokal.

 

Sementara itu, Plt. Kepala BRSDM Kusdiantoro menjelaskan, riset dan inovasi yang dikembangkan pihaknya utamanya untuk diimplementasikan kepada masyarakat guna meningkatkan kesejahteraan mereka.

 

Menurutnya, pengembangan teknologi microbubble untuk budidaya udang vaname dilakukan untuk mengatasi kendala yang kerap dihadapi oleh pembudidaya udang, yaitu biaya listrik yang tinggi, modal yang cukup besar untuk skala tambak, limbah yang tidak dikelola dengan baik, serangan penyakit, keterbatasan lokasi budidaya karena jauh dari sumber air laut/payau, serta daya dukung lingkungan yang menurun.

 

Microbubble merupakan rekayasa teknologi akuakultur yang ramah lingkungan dan berkelanjutan dan memiliki beragam kelebihan, antara lain tanpa penggantian air, tidak ada air limbah perikanan yang dibuang ke lingkungan, dapat diaplikasikan pada skala rumah tangga bahkan industri, serta bisa diaplikasikan di tengah perkotaan yang jauh dari sumber air laut. Kelebihan lainnya yaitu dapat dikembangkan dengan kepadatan di atas 1.000 ekor/m3, sehingga produktivitas udang yang dihasilkan sangat tinggi.

 

Dengan tersebarluaskannya penerapan inovasi teknologi ini, diharapkan dapat turut membantu mewujudkan target KKP dari pertumbuhan tambak udang nasional, yaitu 2,5 kali lipat setiap tahunnya, sehingga pada tahun 2024, produksi udang nasional bisa mencapai 1,2 juta ton.

 

Terkait dengan penerapan pendingin ikan bertenaga surya di kapal penangkap ikan, berawal dari permasalahan yang sering dihadapi oleh nelayan tradisional dalam mempertahankan kesegaran ikan hasil tangkapan, yang sangat mempengaruhi harga jual. Mesin pendingin bertenaga listrik sangat menguras biaya dan seringkali tidak cocok digunakan pada kapal nelayan tradisional, yang tidak menggunakan mesin diesel. Karena itu, kelompok instruktur bidang mesin perikanan BPPP Bitung telah merancang alat pendingin ikan menggunakan energi listrik tenaga surya yang ramah lingkungan dan ekonomis.

 

Pengamatan efektivitas hasil tangkapan rawai dasar dengan jenis bahan berbeda, didasari oleh lumrahnya pemakaian alat tangkap ini di kalangan masyarakat, sehingga observasi akan perbedaan efektivitas jenis bahan yang digunakan pada alat ini dinilai penting. Rawai dasar atau bottom long line merupakan jenis alat penangkap ikan tali dan pancing yang dikategorikan ramah lingkungan, sehingga dukungan Pemerintah dalam menyalurkan alat tangkap ini kepada masyarakat pun tinggi. Jenis bahan yang banyak dipergunakan untuk rawai dasar dan mudah didapat masyarakat adalah poly amide monofilament (senar) dan bahan poly ethylene (PE).

 

Melalui penyaluran ketiga inovasi teknologi ini, diharapkan masyarakat dapat mengembangkan produktivitas usahanya, mempertahankan mutu ikan hasil tangkapannya, dan meningkatkan daya jual hasil perikanan tangkap, yang berujung pada kesejahteraan masyarakat.

 

HUMAS BRSDM

Sumber:

KKP WEB

Accessible Control
cursor Bigger Cursor
brightness Brightness
contrast Contrast
monochrome Grayscale
revert Undo Changes
Logo Logo
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

JL. Medan Merdeka Timur No.16 Jakarta Pusat

Telp. (021) 3519070 EXT. 7433 – Fax. (021) 3864293

Email: humas.kkp@kkp.go.id

Call Center KKP: 141

Media Sosial

Pengunjung

1 2
© Copyright 2024, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia