Pendederan Patin Siam Tanpa Pemberian Artemia dan Cacing Sutera di BPBAT SG - Jambi.

Kamis, 5 September 2024


oleh: Miftahul Jannah, Irwan, Firman Hidayat

 

(HUMAS BPBAT SG JAMBI). - Tahap pendederan adalah pemeliharaan ikan dari larva sampai ukuran tertentu hingga siap untuk dijual dalam bentuk benih atau dilanjutkan ke tahap pembesaran. Pada pendederan I, larva membutuhkan pakan alami yang sesuai dari sisi nutrisi, bukaan mulut serta yang bisa merangsang larva untuk memakannya. Dalam hal ini umumnya pembudidaya menggunakan naupli artemia hingga umur 5 hari, selanjutnya larva diberi pakan cacing sutera (Tubifex sp) hingga umur 12 hari.

Pada pendederan I ini pembudidaya menggunakan wadah berupa akuarium, bak fiber, dan lain sebagainya, dilengkapi dengan aerasi yang cukup untuk mensuplai oksigen bagi larva, bak penampungan cacing sutera, dan kultur artemia. 

Kelebihan metode tersebut adalah tidak membutuhkan ruang yang begitu luas, bisa dilakukan skala rumah tangga, di samping rumah, di belakang rumah atau di ruangan kecil lainnya. Namun kendalanya, menuntut biaya dan tenaga yang lebih, seperti biaya listrik untuk menyalakan aerasi dan lampu, pembelian artemia dan cacing. Untuk saat ini artemia belum bisa diproduksi di dalam negeri, masih mengandalkan impor dan harganya cukup mahal. Saat artikel ini ditulis, harga sekaleng artemia dengan berat bersih 450 gr adalah Rp 700 ribu - 900 ribu.

Pada saat larva mulai diberi makan cacing sutera pun muncul beberapa kendala, karena cacing sutera ini masih sangat mengandalkan hasil tangkapan alam, ketersediaan cacing sutera tidak selalu ada/kontinyu apalagi di musim hujan. Habitat cacing ini ada di selokan, parit kecil yang dangkal dengan air yang mengalir pelan. Jika hujan dan terjadi banjir, cacing bisa tersapu arus. Selain itu, penggunaan cacing dari alam memiliki resiko membawa penyakit. Di beberapa tempat memang sudah ada yang berhasil membudidayakan cacing sutera ini, namun belum bisa mencukupi kebutuhan/permintaan. Di Jambi, pada saat artikel ini ditulis harga cacing sutera 1 canting (1 kaleng susu) adalah Rp 15 ribu - 25 ribu.

 

Menjawab tantangan dan masalah

Melihat tantangan tersebut, BPBAT Sungai Gelam hadir memberi solusi alternatif dengan mengembangkan teknik dan metode pendederan, yaitu pendederan ikan patin siam tanpa penggunaan artemia dan cacing sutera. Artikel ini menyajikan informasi teknis mengenai metode yang sudah dilakukan di BPBAT Sungai Gelam.

Parameter

Pendederan di kolam tanah

Pendederan di akuarium dan bak terpal

Lama pemeliharaan

40 hari

60 hari

Biaya produksi per ekor

Rp 46

Rp 84

 

Setidaknya ada 3 kunci yang harus diperhatikan dalam metode pendederan ini. Pertama larva yang kuat yang bisa bertahan hidup di kolam, kedua penyediaan pakan alami yang cukup, dan yang ketiga pemusnahan/penghilangan predator di kolam budidaya.

 

Larva yang kuat

Larva yang digunakan di  BPBAT SG adalah larva patin PUSTINA yang merupakan varietas baru patin siam hasil pemuliaan di BPBAT SG. Selain patin PUSTINA, menggunakan benih patin siam juga  bisa. Tidak disarankan menggunakan patin hybrid dan patin Jambal dikarenakan daya tahannya yang kurang bagus.

 

Penyediaan pakan alami

Untuk mempersiapkan ketersediaan pakan alami dan hilangnya predator, persiapan kolam harus dilakukan dengan cermat.  Ada 2 tujuan yang disasar dalam persiapan kolam ini. Pertama, menyediakan pakan alami yang cukup untuk larva ikan, dan yang kedua menghilangkan atau meminimalkan keberadaan predator di dalam kolam. Pakan alami, terutama moina harus tersedia dalam jumlah, kandungan nutrisi dan ukuran yang sesuai dengan umur larva. Berdasarkan penelitian larva patin siam sudah dapat memanfaatkan pakan buatan pada umur 10 – 12 hari, karenanya ketersediaan pakan alami harus cukup untuk kebutuhan larva sampai umur 8 – 1 0 hari.

Gambar 1. Starter Moina sp

 

Pemusnahan predator

Berikutnya adalah menghilangkan/meminimalisir keberadaan predator larva patin. Predator yang sering ditemukan di kolam adalah notonekta dan larva capung. Salah satu cara untuk mengatasi/meminimalisir notonekta adalah dengan pengeringan kolam. Sedangkan untuk larva capung adalah dengan mempersingkat jarak antara pengisian kolam dengan penebaran larva. Hal ini dilakukan agar telur capung tidak sempat menetas. Jikapun sempat menetas maka ukurannya akan lebih kecil dari larva patin sehingga tidak menjadi ancaman nyata. Wadah yang digunakan berupa kolam terbuka dan sebelumnya kolam harus diolah terlebih dahulu selama 3 hari.

 

Pengolahan kolam

Pengolahan kolam berlangsung selama 3 hari, dengan detail kegiatan sebagai berikut, kegiatan dihitung mundur hingga hari penebaran.

Hari - 3 sebelum penebaran larva

Pada H - 3 sebelum larva ditebar  atau hari pertama dalam pengolahan kolam, sebaiknya dimulai pada pagi hari. Pengolahan kolam meliputi; mengeringkan kolam, membuang ikan liar, membalik tanah dasar kolam, kemudian mengapur kolam dengan cara menebar kapur ke seluruh permukaan kolam. Kapur yang digunakan adalah kapur tohor dengan dosis 80 – 100 g/m dan didiamkan seharian.

Gambar 2. Pengapuran Dasar Kolam

Hari - 2 sebelum penebaran larva

H - 2 sebelum penebaran larva atau hari kedua pengolahan kolam, dilakukan pengisian air kolam. Dalam pengisian air hal yang perlu diperhatikan adalah air tersebut sesuai dengan kualitas air yang dibutuhkan oleh larva patin dan terhindar dari hama, karena itu perlu dilakukan pemasangan filter dengan meshsize 500 mikron untuk menyaring  predator yang masuk. Pengisian air dilakukan hingga ketinggian air 80 - 100 cm, pengisian air maksimal 24 jam sudah selesai. Hal ini untuk menutup kemungkinan munculnya larva capung dan notonekta. Jika memang diperlukan dan memungkinkan, bisa dipasangkan jaring penutup kolam untuk melindungi dari hama.

Hari  -  1 sebelum penebaran larva

Pada  H - 1 sebelum larva ditebar, atau pada hari ketiga pengolahan kolam, dilakukan pemupukan. Pemupukan dilakukan menggunakan bahan yang mengandung protein seperti tepung ikan BS (bawah standar), pellet, ampas kecap dengan dosis 10 – 15 g/mditambah unsur karbon seperti molase , gula atau dedak dengan dosis 10 ml atau 10 mg/m2 . Di BPBAT SG pemupukan dilakukan dengan pellet protein 30% (15-20 g/m-2) dan molase (10 ml/m2). Cara pemberian pupuk dengan mencampurkan bahan protein  dan molase ditambah air secukupnya kemudian disebar secara merata di kolam.

Gambar 3. Pembuatan Pupuk untuk Moina sp

Di hari ketiga ini juga dilakukan penebaran pakan alami yang akan menjadi makanan larva sebelum bisa memakan pakan buatan. Pakan alami yang digunakan di BPBAT SG adalah moina. Untuk menyiapkannya, masukkan moina ke kolam sebagai bibit (starter) secukupnya (1-2 gr/m2). Dengan kolam yang sudah dipupuk, moina akan mudah berkembang biak. Semakin banyak moina ditebar, semakin banyak moina yang akan tumbuh. Besoknya kolam siap untuk ditebar larva patin.

 

Penebaran larva ke kolam pendederan

Setelah tahap persiapan kolam selesai, maka kolam siap untuk dilakukan penebaran larva. Larva yang ditebar adalah larva yang berumur 1-2 hari dengan padat tebar sebanyak 400 – 500 ekor/m2. Waktu penebaran sebaiknya pagi atau sore hari, di mana suhu dan cahaya matahari tidak terlalu terik. Dalam melakukan penebaran harus dilakukan aklimatisasi terlebih dahulu agar larva tidak terkejut dengan lingkungan barunya. Caranya,  larva yang akan ditebar ke kolam dikemas dalam kantong oksigen, rendam kantong plastik larva di kolam tersebut sekitar 30 menit. Setelah itu larva siap dilepas ke kolam.

Gambar 4. Penebaran Larva

 

Pendederan larva

Kegiatan dalam pendederan I atau pemeliharaan larva dan benih di kolam adalah sebagai berikut:

Hari ke-1

Tidak ada perlakuan pada hari ke 1 – 2, sebab larva masih memiliki cadangan makanan berupa kantong telur di tubuhnya.

Hari ke-3

Penebaran tepung pellet mulai hari ke-3 penebaran larva di kolam. Tujuannya untuk memberi makan moina sehingga dapat tumbuh dan berkembang biak sekaligus mengenalkan pakan buatan pada larva. Penebaran dilakukan ke sekeliling kolam 2-3 kali perhari dengan dosis setiap kali penebaran 0,25 gr/m2.  Perlakuan ini dilakukan setiap hari hingga hari ke-8 sejak penebaran larva.

Hari ke-9

Penebaran pellet tepung di keliling kolam (kandungan protein 40%) dengan dosis 0,4 g/m2 dan frekuensi pemberian pakan 4x sehari (interval 3 jam). Pada hari ke-15 biasanya larva sudah bisa makan pakan buatan dengan baik. Agar larva dan benih dapat berkumpul pada satu titik saat pemberian pakan, letakan pellet pada suatu wadah lalu taruh di suatu sudut kolam untuk mengajari benih berkumpul pada suatu titik sehingga memudahkan dalam pemberian pakan. Namun penebaran pelet ke sekeliling kolam tetap dilakukan.

Setelah benih dapat berkumpul pada satu titik, pemberian pellet dilakukan  secara  satiasi (sampai kenyang), untuk ukuran pakan buatan yang diberikan disesuaikan dengan bukaan mulut benih. Kandungan protein pakan yang diberikan minimal 40%, usahakan jangan kurang dari itu.

Perlakuan hari ke-16     

Pada fase hari ke-16 hingga hari ke-40, pemberian pakan berupa pakan crumble 1 ( 0,4-0,7 mm) secukupnya, disesuaikan dengan kondisi ikan. Selanjutnya ukuran pellet yang digunakan juga disesuaikan dengan bukaan mulut ikan.

 

Panen

Waktu pemanenan disesuaikan dengan ukuran benih yang dibutuhkan oleh pasar. Di BPBAT SG, Panen dapat dilakukan mulai umur 40 hari dengan ukuran benih 1,5-2,5 inci dengan sintasan 30-60%.  Pemanenan dilakukan secara parsial dengan cara menjaring benih yang telah berkumpul di salah satu sudut kolam dengan demikian mengurangi rirsiko benih lecet. Kemudian benih dipindah ke bak pemberokan untuk sortasi maupun persiapan distribusi.

 

Sumber:

BPBAT Sungai Gelam

Logo Logo
Direktorat Jenderal Perikanan Budi Daya

JL. Medan Merdeka Timur No.16 Jakarta Pusat

Telp. (021) 3519070 EXT. 7433 – Fax. (021) 3864293

Email: humas.kkp@kkp.go.id

Call Center KKP: 141

Media Sosial

Pengunjung

1 2
© Copyright 2024, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia