KKP DAN NORWEGIA GELAR WORKSHOP PENANGANAN DAN DIAGNOSIS PENYAKIT, GENJOT AKSELERASI PROGRAM TEROBOSAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN
Sabtu, 2 April 2022
JAKARTA (2/4) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) terus berakselerasi mewujudkan program terobosan yang dicanangkan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono. Guna mendukung akselerasi program terobosan, DJPB melakukan strategi salah satunya mengatasi tantangan dengan menyeimbangkan antara sistem produksi perikanan budidaya di Indonesia dengan lingkungan, khususnya masalah penyakit dengan mengadakan ‘Workshop on Disease Control and Diagnostic Method for MMAF Staff In Indonesia’ yang dilaksanakan 28 Maret - 1 April 2022, di Kota Cilegon, Provinsi Banten.
Menurut Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Tb Haeru Rahayu dalam keterangannya bahwa wabah penyakit ikan adalah kejadian luar biasa sebagai serangan penyakit ikan dalam suatu populasi pada waktu dan daerah tertentu yang dapat menimbulkan kerugian fisik, sosial, dan ekonomi. Sehingga untuk menjaga produksi ikan tetap berkelanjutan masalah penyakit ikan harus dikuasai para pembudidaya. Upaya pencegahan yang dilakukan DJPB, salah satunya dengan mengadakan Workshop Pengendalian Penyakit dan Metode Diagnostik untuk Pegawai KKP.
“Penanganan penyakit ikan dilakukan oleh pembudidaya ikan terhadap ikan sakit atau terduga sakit. Dengan dilaksanakannya workshop maka diharapkan penanganan penyakit ikan dapat dilakukan dengan pencegahan, pengobatan, pemusnahan dan pemulihan sebelum penyakit ikan semakin meluas. Pegawai KKP yang bertugas dalam hal penanganan dan mendiagnosis penyakit harus mumpuni sehingga dapat memberikan pendampingan teknis kepada para pembudidaya agar menjaga hasil produksinya aman dari berbagai ancaman serangan penyakit,” papar Dirjen yang biasa disapa Tebe.
Sekretaris Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Gemi Triastutik saat pembukaan kegiatan menyampaikan, workshop tersebut merupakan tindak lanjut dari pelaksanaan pelatihan mengenai penyakit ikan yang diselenggarakan di Norwegia pada bulan November 2019 lalu, yang melibatkan pengajar dari Universitas of Tromso (UiT) dan Norwegian Life Science University (NMBU). “Saya berharap ilmu yang disampaikan dari pelatihan dapat diperkaya melalui workshop ini, dan diimplementasikan di kemudian hari,” kata Gemi.
Dia melanjutkan, seperti diketahui dalam kurun waktu 3-4 tahun ke depan, perikanan budidaya akan dikembangkan berbasis komoditas unggulan. KKP telah menyiapkan rencana pengembangan budidaya perikanan dalam dua terobosan, yaitu; pertama, pengembangan perikanan budidaya dengan komoditas yang berorientasi ekspor. Komoditas yang akan dikembangkan antara lain udang, lobster, kepiting, dan rumput laut; dan kedua, pengembangan kampung perikanan budidaya berbasis kearifan lokal, dengan komoditas unggulan di pedalaman/air tawar, di pesisir/air payau, dan di laut.
Untuk mendukung program terobosan tersebut, diperlukan intensifikasi dan peningkatan pertumbuhan sistem produksi perikanan budidaya di Indonesia. Namun untuk memitigasi pertumbuhan pesat sistem produksi tersebut, Indonesia perlu mengatasi tantangan tersebut dengan menyeimbangkan antara sistem produksi perikanan budidaya di Indonesia dengan lingkungan, khususnya masalah penyakit ikan yang mungkin menghambat program terobosan yang telah ditetapkan.
Cara yang dapat dilakukan di antaranya adalah dengan melakukan pengendalian penyakit ikan melalui pemahaman diagnosa, dan pengembangan vaksin untuk ikan. “Melalui program Sustainable Marine Aquaculture Development in Indonesia (SMADI) ini, saya berharap peserta dapat memperoleh pembelajaran dari Norwegia mengenai penanganan pengendalian penyakit ikan dan peraturan pendukungnya, program vaksinasi ikan yang pernah dilakukan dan wawasan terbaru dalam perkembangan vaksin serta metode diagnostik penyakit ikan,” tukas Gemi.
Sementara itu, pengelola kesehatan ikan Ditjen Perikanan Budidaya KKP, Christina Retna Handayani menyampaikan pengelolaan kesehatan ikan menjadi salah satu faktor utama keberhasilan budidaya ikan berkelanjutan, sehingga pengelolaan kesehatan ikan menjadi bagian penting untuk dipelajari dan didalami.
Sebagai upaya pencegahan penyakit ikan yang diakibatkan karena perubahan iklim dan menurunnya kualitas lingkungan perikanan budidaya dapat mengadopsi teknologi Recirculation Aquaculture System (RAS) atau Sistem Akuakultur Resirkulasi seperti yang dilakukan di Norwegia.
Menurutnya sistem akuakultur resirkulasi (RAS) adalah fasilitas berbasis lahan tertutup dalam budidaya ikan intensif yang dirancang untuk meminimalisir dampak lingkungan serta mencegah masuknya patogen ke dalam sistem budidaya. Teknologi ini didasarkan pada penggunaan filter mekanis dan biologis. Metode ini pada prinsipnya dapat digunakan untuk semua spesies yang dibudidayakan seperti ikan, udang, kerang, dan komoditas perikanan lainnya.
Dalam kesempatan yang sama Minister Counsellor Royal Norwegian Embassy in Jakarta, Bjornar Dahl Hotvedt menerangkan perikanan budidaya di Norwegia, khususnya budidaya ikan salmon sangat berkembang pesat, sehingga menurutnya banyak negara yang ingin belajar dari Norwegia untuk mengembangkan perikanan budidaya, termasuk mengenai cara melestarikan lingkungan dengan menjaga kualitas air.
Dia mengatakan, salah satu kunci sukses dalam masalah perikanan budidaya, adalah penanggulangan masalah kesehatan ikan, dengan tetap menjaga kualitas air. Untuk mewujudkan hal tersebut, dia mengatakan Norwegia sudah tidak lagi menggunakan antibiotik sehingga produksi ikan salmon di Norwegia sangat meningkat tajam. “Saya juga berharap, Indonesia juga bisa mengembangkan dan meningkatkan produktivitas perikanan budidaya, dengan mengendalikan penyakit ikan seperti yang dilakukan di Norwegia,” kata Bjornar.
Pihaknya mengaku merasa bangga, Norwegia bisa berperan membantu Indonesia dalam masalah pengendalian penyakit ikan. “Saya berharap pembicara dari Norwegian University of Life Sciences (NMBU) bisa menjadi teman diskusi yang bermanfaat untuk kemajuan perikanan budidaya di Indonesia,” tukas Bjornar.
Pembicara dari Norwegian University of Life Sciences (NMBU), Norwegia, Prof . Oystein Evensen juga menerangkan, masalah penyakit ikan yang sering dihadapi para pembudidaya antara lain adanya bakteri, virus, dan parasit pada tubuh ikan. Dengan demikian, untuk menjaga kekebalan ikan agar bisa tumbuh dengan baik salah satunya dengan memberikan vaksin.
Dalam kesempatan tersebut, Prof. Evensen memberikan langkah-langkah berbeda yang diperlukan untuk membangun kekebalan yang diperlukan pada ikan, untuk mengoptimalkan produksi vaksin dalam akuakultur. “Kami menyoroti pentingnya pengembangan vaksin sebagai dasar untuk menetapkan perlindungan kekebalan pada ikan,” tambah Prof. Evensen.
Menurutnya, data yang dihasilkan sejauh ini menunjukkan bahwa antibodi berpotensi menjadi cara paling andal untuk menambah kekebalan penyakit pada ikan. “Kita dapat memprediksi, bahwa kemanjuran vaksin menjadi masa depan pada akuakultur, sehingga bisa dikembangkan untuk keberlangsungan perikanan budidaya,” tukasnya.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengajak seluruh masyarakat untuk menjaga dan melestarikan sumber daya kelautan dan perikanan. Berbagai upaya dapat dilakukan, untuk keberlanjutan sumber daya kelautan dan perikanan salah satunya dengan mengetahui dan memahami gejala penyakit ikan sejak dini.
KKP WEB DJPB
JL. Medan Merdeka Timur No.16 Jakarta Pusat
Telp. (021) 3519070 EXT. 7433 – Fax. (021) 3864293
Email: humas.kkp@kkp.go.id
Call Center KKP: 141