KKP AJAK SANTRI UNTUK BUDIDAYA SISTEM BIOFLOK KARENA BERKONSEP EKONOMI BIRU

Sabtu, 23 Oktober 2021


JAKARTA (23/10) – Budidaya ikan sistem bioflok merupakan alternatif teknologi yang adaptif, aplikatif, efektif dan efisien guna mewujudkan perikanan budidaya yang berkelanjutan. Sistem budidaya ini menjadi pilihan bagi masyarakat untuk berusaha di bidang pembudidayaan ikan. Selain itu, sistem bioflok merupakan salah satu teknologi budidaya ramah lingkungan berkonsep ekonomi biru.

“Budidaya ikan sistem bioflok ini berbasis ekonomi biru. Kita lihat coba, semua teknologinya itu berbasis kepada pendekatan keilmuan. Seperti, limbahnya diatur hingga kasih pakannya juga terukur. Ingat jangan sampai kegiatan budidaya itu tidak sustainable atau tidak berkelanjutan,” tutur Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Tb. Haeru Rahayu saat temu lapang dan penebaran benih ikan lele bioflok di Pondok Pesantren (Ponpes) Nurul Huda Kec. Natar, Lampung Selatan, Kamis (21/10/2021).

Seperti yang diketahui, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono mengatakan pengelolaan sumber daya perikanan dan kelautan harus dilakukan secara terukur dengan pendekatan ekonomi biru agar tercapainya keberlanjutan dengan keseimbangan pertumbuhan ekonomi, sosial dan ekologi.

“Konsep ekonomi biru itu, berkaitan dengan keseimbangan, jadi kalau ekologi saja, ekonominya tidak pernah disentuh maka tidak akan mencapai keseimbangan. Jadi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengusung pendekatan ekonomi biru. Pendekatannya harus ilmiah berbasis scientific. Salah satunya sistem bioflok,” jelas Tebe.

Budidaya sistem bioflok merupakan inovasi yang dirancang sebagai solusi untuk penyediaan pakan berkelanjutan. Keunggulannya, produktivitas tinggi dibandingkan teknologi konvensional, selain itu lebih efisien dari sisi penggunaan lahan dan air.

Untuk itu, KKP melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya terus mendorong budidaya sistem bioflok menjadi program bantuan sarana dan prasarana budidaya, khususnya untuk peningkatan produksi komoditas ikan lele dan ikan nila.

Sebagai informasi, satu paket bantuan bioflok bantuan KKP terdiri dari benih ikan, pakan ikan starter, pakan ikan grower, pakan ikan finisher, obat ikan dan vitamin, prasarana dan sarana, peralatan sarana dan peralatan operasional, peralatan perikanan serta pendampingan teknologi bioflok.

“Saya ajak para santri-santri di sini untuk belajar budidaya ikan sistem bioflok. Sistem budidaya ramah lingkungan ini dapat dikembangkan untuk ekonomi dan penyediaan pangan secara mandiri. Selain itu, pengembangan budidaya ikan bioflok di ponpes dapat meningkatkan konsumsi ikan di kalangan santri dan memicu wirausahawan baru,” tambah Tebe.

Senada dengan Tebe, Ketua Komisi IV DPR RI, Sudin dalam kesempatan yang sama menuturkan bahwa dukungan budidaya sistem bioflok ini dapat menjadi suplai sumber gizi bagi para santri, selain itu sebagai media pembelajaran untuk menumbuhkembangkan jiwa wirausaha. “Kita harapkan dengan usaha budidaya bioflok ini, ponpes-ponpes bisa jadi pesantren modern karena bisa belajar perikanan. Nanti kita bantu juga untuk bidang pertaniannya,” ucapnya.

Sudin bercerita “Awalnya pemerintah baik KKP, kementerian pertanian, kementerian kehutanan selalu fokus kepada kelompok pembudidaya, kelompok tani dan kelompok nelayan. Tapi saya bilang, ada kelompok pesantren, lembaga masyarakat, ada kelompok yang lain yang ini berusaha ingin mandiri, maka dengan kesempatan itu persyaratan penerima bantuan diubah. Akhirnya disepakati penerima bantuan yang penting punya badan hukum”.

Saat ini persyaratan calon penerima bantuan budidaya ikan sistem bioflok adalah kelompok masyarakat, masyarakat hukum adat, lembaga swadaya masyarakat, lembaga pendidikan, dan/atau lembaga keagamaan yang telah berbadan hukum.

Dalam temu lapang ini, KKP juga menyalurkan program prioritas berupa bantuan sarana dan prasarana budidaya ikan. Bantuan ini terdiri dari 5 paket budidaya ikan teknologi bioflok senilai Rp734 juta yang diberikan kepada 3 Ponpes di Kabupaten Lampung Selatan, 1 Ponpes di Kabupaten Lampung Tengah dan 1 Pokdakan di Kabupaten Lampung Barat. Serta, bantuan pakan ikan mandiri yang diproduksi Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung sebanyak 5 ton dengan nilai Rp39 juta yang diberikan kepada 3 Pokdakan di Kabupaten Tanggamus.

Sebagai contoh pada budidaya ikan lele sistem bioflok. Untuk pemeliharaan 30 ribu benih lele pada 10 bak kolam bulat berdiameter 3 meter membutuhkan biaya produksi untuk benih, pakan, listrik dan probiotik sebesar Rp40,6 juta per siklus atau 3 bulan. Lalu, biaya investasi awal untuk kolam bulat, instalasi air dan aerasi serta peralatan budidaya dan juga biaya tetap per siklus untuk instalasi listrik dan upah tenaga kerja 1 orang membutuhkan biaya sebesar Rp40 juta.

Dengan perhitungan tingkat kelangsungan hidup sebesar 90% dan berat panen size 8 ekor per kg setelah 3 bulan pemeliharaan akan didapatkan 3.375 kg. Dengan asumsi harga jual Rp15 ribu per kg adalah Rp50,6 juta per siklus.

Penerapan budidaya ikan sistem bioflok ini sejalan dengan arahan dari Menteri Trenggono yang mencanangkan agar fokus pada perikanan budidaya berkelanjutan. “Perlu membangun sumber-sumber ekonomi baru melalui subsektor perikanan budidaya. Berbagai teknologi yang dikembangkan harus ada nilai tambahnya untuk kesejahteraan masyarakat namun tidak mengancam ekosistem perairan di sekitarnya," terang Menteri Trenggono belum lama ini.

Sumber:

KKP WEB DJPB

Logo Logo
Direktorat Jenderal Perikanan Budi Daya

JL. Medan Merdeka Timur No.16 Jakarta Pusat

Telp. (021) 3519070 EXT. 7433 – Fax. (021) 3864293

Email: humas.kkp@kkp.go.id

Call Center KKP: 141

Media Sosial

Pengunjung

1 2
© Copyright 2024, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia