JAMIN KUALITAS PRODUK HASIL BUDIDAYA, KKP RUTIN LAKSANAKAN PENGENDALIAN RESIDU

Kamis, 2 Desember 2021


Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menerbitkan Peraturan Menteri nomor 37 tahun 2019 tentang pengendalian residu pada kegiatan pembudidayaan ikan konsumsi. Tujuan utamanya ialah mendongkrak kinerja ekspor perikanan budidaya sehingga berdampak positif bagi PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia.

Pengendalian residu merupakan upaya yang dilakukan agar ikan konsumsi hasil pembudidayaan bebas dari residu obat ikan, bahan kimia dan kandungan residu di bawah ambang batas yang dipersyaratkan.

Untuk itu secara rutin, KKP melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya melakukan evaluasi secara triwulan maupun tahunan untuk memastikan apakah pengendalian residu pada perikanan budidaya telah dipatuhi sesuai peraturan menteri yang telah ditetapkan.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Tb. Haeru Rahayu, saat dimintai keterangan di Jakarta menyampaikan pengendalian residu merupakan upaya KKP untuk lebih memberikan jaminan mutu, keamanan dan kesehatan konsumen, serta meningkatkan kepercayaan negara importir terhadap ikan hasil pembudidayaan ikan.

Pengendalian residu pada pembudidayaan ikan konsumsi terdiri dari kegiatan monitoring residu, investigasi dan tindakan perbaikan. “Pelaksanaan pengendalian residu tidak terlepas dari komitmen Dinas Kelautan dan Perikanan diberbagai provinsi dan Laboratorium National Residu Monitoring Plan (NRMP) yang tergabung di dalam Tim Pengendalian Residu”, ujar Tebe.

Menurut Ia, sinergitas antar pelaksana pengendalian residu perlu dilakukan guna mengefektifkan setiap proses di dalam pelaksanaan pengendalian residu terkait perikanan budidaya.

“Permasalahan maupun kendala yang dihadapi di lapangan pastinya perlu dikomunikasikan bersama agar tidak menjadi hambatan dalam mencapai tujuan dan kinerja di dalam pelaksanaan pengendalian residu sehingga terciptanya perikanan budidaya yang aman, berdaya saing dan bernilai jual tinggi”, tambahnya.

Tebe berharap adanya peningkatan kesadaran pembudidaya untuk menerapkan prinsip-prinsip budidaya yang baik sehingga potensi residu yang ditemukan pada ikan konsumsi yang dibudidayakan otomatis dapat dikendalikan.

Saat rapat koordinasi pengendalian residu di Jakarta, Senin (28/6), Direktur Kawasan dan Kesehatan Ikan, Tinggal Hermawan mengatakan bahwa setiap akhir triwulan pihaknya rutin menyampaikan hasil pelaksanaan pengendalian residu melalui surat resmi yang ditujukan ke seluruh Dinas Kelautan dan Perikanan provinsi terkait capaian dan permasalahan yang masih sering ditemui agar hal ini menjadi catatan dan perhatian untuk ditindaklanjuti. 

“Hasil evaluasi bukan untuk menjatuhkan pihak tertentu akan tetapi agar menjadi disiplin dan konsisten di dalam mematuhi ketentuan yang telah diatur di dalam peraturan menteri maupun di dalam prosedur mutu pengendali residu”, jelas Tinggal.

Tahun 2021, anggaran dekonsentrasi untuk pengendalian residu yang dialokasikan di 25 provinsi sebesar Rp. 19 miliar. “Saya meminta kepada dinas-dinas terkait dapat mengoptimalkan anggaran dekonsentrasi dengan baik sehingga kita bersama-sama dapat memastikan jaminan mutu dan keamanan produk perikanan budidaya dapat dikawal dengan baik”, pungkas Tinggal.

Pengendalian residu harus didukung oleh laboratorium yang mempunyai kemampuan pengujian terhadap substansi yang dipersyaratakan Uni Eropa. “Kita harus bangga bahwa laboratorium BBPBAT (Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar) Sukabumi telah menjadi laboratorium acuan dengan baik dan sudah dapat melakukan pengujian konfirmasi untuk subtansi A6”, tambahnya.

Namun, menurut Tinggal dari dalam pelaksanaan pengendalian residu masih ditemukan hal-hal yang perlu dibenahi, seperti dalam menginput data sampel maupun laporan hasil uji, tata cara sampling, pendokumentasian yang belum terbit, pencantuman persyaratan ambang batas, keterlambatan dalam penyampaian laporan hasil investigasi, dan lainnya.

“Saya berharap dengan adanya forum seperti ini dapat dijadikan ajang untuk bertukar pikiran dan mencari solusi bersama guna perbaikan kinerja pengendalian residu. Hasil rumusan di rapat koordinasi ini juga menjadi kesepakatan bersama yang harus dijalankan secara konsisten agar pelaksanaan pengendalian residu tidak menyimpang dari regulasi negara mitra”, tutur Tinggal.

Teungku A.R. Hanafiah selaku auditor PT QAI Indonesia menyebutkan bahwa kegiatan pengendalian residu harus berpedoman pada prosedur mutu pengendalian residu sebagai bagian dari dokumentasi sistem mutu ISO 9001:2015.

ISO (Internasional Organization for Standardization) adalah model jaminan sistem mutu yang diakui baik domestik maupun internasional karena ISO merupakan standar yang disepakati internasional dan menjadi acuan dalam perdagangan dunia dalam hal ini sebagai persyaratan ekspor ke Uni Eropa. Sedangkan, ISO 9001 adalah standar internasional yang menetapkan persyaratan untuk sistem manajemen mutu.

Sertifikasi penerapan ISO 9001:2015 dimaksudkan untuk mengevaluasi efektifitas pelaksanaan kegiatan pengendalian residu terhadap pemenuhan prinsip-prinsip SNI ISO 9001:2015 dalam rangka perbaikan sistem manajemen mutu. 

“Dalam sistem manajemen mutu ISO 9001:2015 ada 10 klausul yaitu 3 klausul pertama berupa penjelasan, kemudian klausul 4 tentang konteks organisasi, klausul 5 tentang kepemimpinan, klausul 6 tentang perencanaan, klausul 7 tentang dukungan, klausul 8 tentang operasi, klausul 9 tentang evaluasi kinerja dan klausul 10 tentang peningkatan”, beber Hanafiah.

Sumber:

KKP WEB DJPB

Logo Logo
Direktorat Jenderal Perikanan Budi Daya

JL. Medan Merdeka Timur No.16 Jakarta Pusat

Telp. (021) 3519070 EXT. 7433 – Fax. (021) 3864293

Email: humas.kkp@kkp.go.id

Call Center KKP: 141

Media Sosial

Pengunjung

1 2
© Copyright 2024, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia