PENGAWASAN IKAN TERUBUK DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) BARUMUN KABUPATEN LABUHANBATU SUMATERA UTARA

Kamis, 12 April 2018


Oleh : Benardo Nababan, S.Pi, M.Si

(Pengawas Perikanan pada Stasiun PSDKP Belawan Satwas SDKP Asahan)

 

Ikan terubuk (Tenualosa sp.) adalah salah satu ikan jenis ikan yang dilundungi di Indonesia. Jenis ikan terubuk hanya ada 5 (lima) spesies di dunia dan 2 (dua) diantaranya ada di perairan Indonesia. Adapun jenis terubuk tersebut, yaitu: Tenualosa ilisha di Labuhanbatu, Sumatera Utara, Indonesia serta Bangladesh dan Kuwait, Tenualosa macrura di Bengkalis, Riau, Indonesia dan Serawak, Malaysia, Tenualosa toli di Serawak, Malaysia, Tenualosa reveesii di Pantai Selatan China, dan Tenualosa thibaudeaui di Sungai Mekong (DKP Labuhanbatu & UNRI, 2013).

Saat ini, T. Ilisha hanya ditemukan di perairan lepas pantai Sumatera mengarah ke DAS Barumun. Jenis terubuk ini bersifat hermafrodit proandri, yang artinya mengalami perubahan jenis kelamin pada masa hidupnya, pada saat kecil ikan ini memiliki jenis kelamin jantan dan setelah besar berubahn menjadi betina. Penelitian yang dilakukan oleh Jihad et al. (2013) menemukan bahwa ukuran terubuk yang berkelamin jantan berkisar antara 16,0 – 25,0 cm, sedangkan betina berkisar 27,0 – 48, 5 cm. Fekunditas ikan terubuk berkisar antara 81.450 – 245.267 butir

 


     

Gambar 1. Ikan terubuk (Tenualosa ilisha)

Trend populasi dari ikan T. ilisha sudah mengalami penurunan (IUCN, 2014). Namun demikian nelayan di DAS Barumun masih melakukan penangkapan dengan alasan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Penangkapan terubuk dilakukan dengan menggunakan jaring insang (gill nets) dengan ukuran mata jaring (mesh size) sekitar 3 – 4 inci. Jaring ini digunakan oleh nelayan yang berasal dari 3 (tiga) kecamatan yang ada di Labuhanbatu, yaitu : Panai Hulu, Panai Tengah, dan Panai Hilir.

Pemerintah telah menetapkan jenis ikan terubuk yang ada di daerah aliran sungai (DAS) sungai Barumun Labuhanbatu, yaitu jenis Tenualosa ilisha sebagai salah satu spesies ikan yang dilindungi. Hal ini tertuang dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 43/KEPMEN-KP/2016. Pada keputusan menteri tersebut diatur waktu penangkapan ikan terubuk di sungai Barumun. Larangan penangkapan Ikan Terubuk (T. ilisha) selama 6 (enam) hari saat peralihan bulan gelap ke bulan terang (tanggal 5 sampai dengan tanggal 10 kalender hijriah) dan selama 6 (enam) saat peralihan bulan terang ke bulan gelap (tanggal 20 sampai dengan tanggal 25 bulan hijriah) pada bulan Januari sampai dengan bulan April setiap tahunnya. Waktu pelarangan ini ditentukan karena ikan terubuk melakukan pemijahan pada tanggal-tanggal tersebut.

Dengan ditetapkannya jenis ikan terubuk (T. ilisha) sebagai salah satu jenis ikan yang dilindungi, maka dibutuhkan pengawasan untuk mendukung pencapaian tujuan perlindungan. Pengawasan dimaksudkan untuk mencegah adanya pelanggaran oleh nelayan dan jika dibutuhkan melakukan tindakan penegakan hukum. Sesuai peraturan yang ada, salah satu aparat yang berwenang melakukan pengawasan adalah pengawas perikanan (Pasal 66 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009).

Mengingat nelayan yang menangkap terubuk di sungai Barumun adalah nelayan kecil (menggunakan kapal berukuran 1 – 2 GT dengan mesin berkekuatan 5 – 6 PK), upaya penegakan hukum selama ini masih belum dilaksanakan dengan optimal. Sebaliknya, upaya pembinaan lebih dikedepankan seperti sosialisasi dan pemberian bantuan sebagai mata pencaharian alternatif. BPSPL Padang dan Dinas KP Labuhanbatu sejak tahun 2016 sudah aktif mengadakan sosialisi di berbagai desa yang ada di 3 kecamatan yang terdampak aturan perlindungan ikan terubuk, yaitu Panai Hulu, Panai Tengah dan Panai Hilir. Pada tahun 2018, DKP Labuhanbatu bersama dengan PSDKP Belawan dan BPSPL Padang kembali melakukan sosialisasi di 3 (tiga) desa yang berada di 3 (tiga) kecamatan tersebut. Materi yang diberikanan pada sosialisasi adalah materi yang berhubungan dengan aturan perlindungan ikan terubuk, pengembangan usaha atau mata pencaharian alternatif, dan konsekuensi (sanksi) hukum jika melanggar aturan yang telah dibuat.

 

Gambar 2. Nelayan penangkap ikan terubuk di sungai Barumun

BPSPL dan DKP Labuhanbatu juga sudah memberikan bantuan mata pencaharian alternatif kepada nelayan penangkap terubuk. Jenis bantuan yang diberikan berupa jaring gulamah dan kolam terpal untuk budidaya lele. Bantuan diberikan sebagai mata pencaharian alternatif yang digunakan saat waktu pelarangan penangkapan ikan terubuk. Namun demikian, upaya pembinaan yang dilakukan belum mampu membuat nelayan patuh dan mereka masih menangkap terubuk sepanjang waktu.

Berdasarkan pengawasan dan monitoring yang dilakukan bersama-sama dengan instansi terkait (BPSPL dan DKP Kabupaten Labuhanbatu) pada tanggal 22 Maret 2018, para nelayan yang melakukan kegiatan pengakapan di lokasi DAS Barumun tersebut masih melakukan kegiatan penangkapan ikan terubuk pada tanggal yang dilarang. Nelayan-nelayan yang dijumpai di sungai ketika melakukan kegiatan ini sebagian sudah mengetahui tanggal larangan penangkapan ikan terubuk tetapi mereka berpendapat, kalau mereka berhenti mata pencaharian mereka tidak ada lagi selain nelayan.

Hal ini juga sejalan dengan hasil wawancara yang dilakukan kepada beberapa nelayan dan ketua pokmaswas di Kecamatan Panai Hulu, dimana nelayan sampai saat ini belum mematuhi aturan penangkapan ikan terubuk. Mereka masih melakukan operasi penangkapan pada tanggal/waktu yang dilarang. Hal ini menunjukkan bahwa sosialisasi dan pemberian bantuan belum cukup untuk membuat nelayan mematuhi aturan. Hal ini juga terlihat pada saat sosialisasi nelayan banyak yang kurang setuju waktu pelarangan tersebut. Mereka berpendapat bahwa pada tanggal-tanggal yang dilarang, pada saat itulah ikan terubuk banyak tertangkap.

 

Gambar 3. Kegiatan pengawasan dan monitoring penangkapan terubuk 

Berdasarkan penjelasan di atas, kegiatan pengawasan menjadi hal yang sangat penting dilakukan saat ini. Pangawasan dapat dilakukan baik dari darat maupun dari laut atau sungai. Pada tanggal pelarangan diharapkan dapat dilakukan patroli di sepanjang kawasan perlidungan ikan terubuk. Jika tidak ada pengawasan di perairan, nelayan tidak akan mau patuh karena mereka merasa bebas saja untuk menangkap ikan terubuk. Nelayan selama ini tidak diawasi sehingga mereka tidak takut untuk tetap menangkap terubuk meskipun pada tanggal yang dilarang. Jika sudah ada yang ditindak, maka nelayan lainnya akan takut untuk melakukan pelanggaran.

Memang tidak dapat dipungkiri, instansi pengawasan khususnya Stasiun PSDKP Belawan beserta Satuan PSDKP Asahan memiliki berbagai kendala dalam mengoptimalkan pengawasan. Pertama, lokasi yang jauh dari kantor sehingga tidak bisa melakukan pengawasan dengan frekuensi yang tinggi. Kedua, speedboat pengawas (KP. DOLPHIN) yang ada di Asahan yang merupakan kantor PSDKP terdekat ke lokasi berukuran kecil dan tidak memungkinkan untuk dibawa ke DAS sungai Barumun. Ketiga, biaya yang dibutuhkan besar dan belum diprogramkan pada tahun ini.

Kendala-kendala yang dihadapi Stasiun PSDKP Belawan dan Satuan PSDKP Asahan bukanlah kendala yang baru ada saat ini. Penelitian yang dilakukan oleh Dirhamsyah (2005) juga telah menemukan hal yang sama, dimana penegakan hukum di perairan Indonesia dihadapkan pada berbagi tantangan antara lain: keterbatasan biaya, fasilitas, dan personil; koordinasi antar lembaga yang belum terintegrasi; dan kuranya kesadaran dari masyarakat untuk mematuhi aturan. Hal ini berarti, masalah pengawasan dari 13 tahun yang lalu masih tetap menjadi masalah samapai saat ini.

Namun demikian, terlepas dari kendala-kendala tersebut di atas, demi tercapinya tujuan perlindungan yaitu kelestarian ikan terbuk, pengawasan harus tetap dilakukan. Upaya pembinaan sudah dilakukan dan bantuan juga sudah diberikan, tetapi nelayan belum mematuhi aturan. Oleh karena itu, pengawasan sebaiknya dijalankan untuk mendukung upaya pembinaan yang dilakukan demi menjaga kelestarian ikan terubuk.

Upaya jangka pendek yang bisa dilakukan pada tahun ini (2018) dengan memaksimalkan dana dan sarana yang ada, antara lain:

  1. Upaya persuasif berupa sosialisasi peraturan, khususnya sanksi hukum yang terdapat pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 kepada nelayan setempat. Pasal 100 berbunyi ‘setiap orang yang melanggar ketentuan yang ditetapkan (jenis ikan yang dilindungi) dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 250.000.000 (dua ratus lima puluh juta rupiah).” Pasal 100C bebunyi, “dalam hal tindak pidana sebagaimana dilakukan oleh nelayan kecil dan/atau pembudi daya-ikan kecil dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah).” Pada waktu sebelumnya, sosialisasi yang dilakukan hanya sebatas waktu larangan yang termuat dalam keputusan menteri. Sosialisasi terkait sanksi hukum pelanggaran penangkapan ikan yang dilindungi belum pernah dilakukan. Sosialisasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti pembuatan selebaran dan poster yang dapat dibagikan melalui aparat desa, pembuatan baliho di sentra kegiatan nelayan, dan sosialisasi di perairan pada saat patroli.
  2. Patroli pengawasan sangat dibutuhkan pada masa-masa larangan penangkapan ikan terubuk untuk memberikan efek jera terhadap nelayan yang masih melakukan kegiatan penangkapan ikan terubuk di daerah yang dilarang tersebut. kegiatan patroli ini sebaiknya dilakukan paling tidak 1 (satu) kali pada masa larangan di bulan setiap bulannya. Hal ini menjadi penting untuk menunjukkan keseriusan pemerintah, khususnya PSDKP dalam mengawal aturan yang telah dibuat. Dalam pelaksanaan patroli, PSDKP dapat bekerja sama dengan DKP Propinsi Sumatera Utara dan BPSPL Padang. Patroli yang dimaksud tidak harus menangkap atau memproses hukum, namun lebih pada upaya “penjagaan” dan menunjukkan kepada nelayan bahwa mereka diawasi. Jika nelayan merasa terawasi, maka mereka cenderung takut untuk melanggar aturan.

Upaya yang bisa dipersiapkan atau diprogramkan pada tahun depan (2019) untuk mengefektifkan pengawasan perlindungan ikan terubuk ini antara lain:

  1. Mengusulkan biaya patroli pengawasan ikan terubuk di DAS Barumun dengan mempertimbangkan frekuensi, jarak, waktu tempuh, dan personil patroli;
  2. Mengganti kapal pengawas yang ada di Satuan PSDKP Asahan dengan kapal pengawas yang berukuran setidaknya 12 meter. Selain untuk pengawasan terubuk ini, kapal tersebut juga dapat digunakan untuk patroli pemeriksaan kelengkapan dokumen kapal penangkap ikan wilayah kerja Satuan PSDKP Asahan. Hal ini menjadi penting mengingat wilayah kerja yang cukup luas yaitu mulai dari kabupaten Batubara sampai kabupaten Labuhanbatu Selatan.

 

Referensi :

DKP Labuhanbatu, Universitas Riau. 2013. Identifikasi Spesies dan Lokasi Pemijahan Ikan Terubuk di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara.

IUCN. 2014. Tenualosa ilisha. http://www.iucnredlist.org/details/summary/166442/0. [diakses pada tanggal 27 Maret 2018].

Jihad SS, Efizon D, Putra RM. 2013. Reproductive Biology of the Tenualosa ilisha in Labuhanbatu Regency, Sumatra Utara Province. Universitas Riau. 10 halaman.

Menteri Kelautan dan Perikanan. 2016. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 43/KEPMEN-KP/2016 tentang Penetapan Status Perlindungan Terbatas Ikan Terubuk (Tenualosa ilisha). Jakarta (ID).

Presiden Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Jakarta (ID).

Presiden Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Jakarta (ID).

 

File pdf artikel tersebut dapat diunduh sbb:

Artikel Pengawasan Terubuk (Benardo Nababan) (3)

Sumber:

KKP WEB Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan Dan Perikanan

Logo Logo
Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan

JL. Medan Merdeka Timur No.16 Jakarta Pusat

Telp. (021) 3519070 EXT. 7433 – Fax. (021) 3864293

Email: humas.kkp@kkp.go.id

Call Center KKP: 141

Media Sosial

Pengunjung

1 2
© Copyright 2024, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia