Jakarta (2/10) - Pemerintah Indonesia akan melakukan ratifikasi konvensi internasional tentang standar pelatihan, sertifikasi dan dinas jaga bagi awak kapal penangkap ikan atau Intemational Convention on Standards of Training, Certification and Watchkeeping for Fishing Vessel Personnel, 1995 (STCW-F). Konvensi STCW-F 1995 sangat penting bagi Indonesia, khususnya dalam mendorong perlindungan, peningkatan standar kualitas dan daya saing, serta tata kelola pengawakan kapal penangkap ikan di Indoensia.
Bertempat di Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kementerian Perhubungan meluncurkan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pengesahan STCW-F 1995 yang telah ditandatangani Presiden RI April lalu. Secara simbolis, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menyerahkan dokumen STCW-F 1995 kepada Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, KKP M. Zulficar Mochtar.
Dalam sambutannya, Luhut mengatakan ratifikasi konvensi STCW-F1995 ini diharapkan dapat memposisikan awak kapal penangkap ikan Indonesia sejajar dengan awak kapal penangkap ikan negara lain yang lebih maju. “Dengan diserahkannya dokumen ini ke KKP, tindak lanjut tentang regulasi turunan dari peraturan presiden ini dapat segera diimplementasikan agar awak kapal penangkap ikan di Indonesia dapat lebih berdaya saing, “ ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Zulficar memaparkan DJPT KKP menjalin sinergitas dengan berbagai pihak untuk terus meningkatkan kompetensi awak kapal penangkap ikan. Tidak hanya Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Kementerian Perhubungan melainkan juga Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Sekretariat Kabinet, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, Kementeria Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Ketenagakerjaan, BNP2TKI, Serikat Pekerja, dan Asosiasi Perikanan.
Lebih lanjut dia menjelaskan, pekerjaan di atas kapal penangkap ikan dikenal dengan istilah 3D (dirty, dangerous dan difficult). Karakteristik tersebut menuntut awak kapal perikanan agar memenuhi standar keahlian keselamatan, navigasi, permesinan kapal perikanan, pengoperasian radio komunikasi, pengoperasian kapal penangkapan ikan, penanganan, penyimpanan hingga bongkar muat produk perikanan.
“Kapasitas tersebut diperlukan guna memperkecil tingkat kecelakaan dan kesulitan dalam setiap kegiatan di atas kapal penangkap ikan. Perlindungan dan hak-hak awak kapal perikanan lainnya juga terus kita dorong agar dapat terpenuhi,” imbuh Zulficar dalam workshop optimalisasi implementasi Konvensi STCW-F 1995.
Konvensi STCW-F 1995 ini diadopsi oleh International Maritime Organization (IMO) melalui Konferensi Internasional yang diadakan di London, 26 Juni – 7 Juli 1995. Konvensi tersebut lahir sebagai bentuk keinginan bersama dari negara-negara yang telah meratifikasi STCW-1978 untuk meningkatkan keselamatan jiwa dan harta benda di laut serta perlindungan lingkungan laut dengan menetapkan melalui kesepakatan bersama standar–standar internasional pelatihan, sertifikasi dan dinas jaga bagi awak kapal penangkap ikan.
Secara umum, tujuan konvensi STCW-F 1995 ini untuk mendapatkan pengakuan internasional terhadap sertifikasi awak kapal penangkap ikan yang diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia dengan upah serta fasilitasi sesuai kompetensi. Selain itu juga untuk meningkatkan daya saing awak kapal penangkap ikan melalui peningkatkan standar pendidikan dan pelatihan yang dapat memperluas lapangan kerja di pasar kerja Internasional.
Selanjutnya, konvensi ini dapat menciptakan dasar hukum bagi pemerintah Indonesia untuk menetapkan prinsip-prinsip dan aturan yang seragam berkaitan dengan peningkatan keselamatan jiwa dan harta benda di laut. Tak hanya itu, diharapkan juga dapat mengoptimalkan tata kelola pengawakan kapal penangkap, perlindungan hukum bagi awak kapal penangkap ikan yang bekerja di kapal penangkap ikan negara lain serta meningkatkan keselamatan navigasi pelayaran.
djpt 02 Oktober 2019 Dilihat : 3444