Fasilitasi Masyarakat Hukum Adat
A. DEFINISI DAN DASAR HUKUM
Masyarakat dalam KBBI berarti sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama. MacQueen et al. (2001) menyimpulkan terdapat lima elemen dalam suatu masyarakat yakni: a) Lokasi sebagai entitas geografis; b) Kepentingan bersama; c) Tindakan kolektif berdasar koherensi identitas; d) ikatan sosial atau kohesi sosial; dan e) memiliki keragaman.
Berdasarkan UU No 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil Pasal 1 Angka (32) menyatakan bahwa Masyarakat adalah masyarakat yang terdiri atas Masyarakat Hukum Adat, Masyarakat Lokal, dan Masyarakat Tradisional yang bermukim di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Masyarakat Hukum Adat memiliki definisi berdasarkan UU No 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 yaitu Sekelompok orang yang secara turun-temurun bermukim di wilayah geografis tertentu di Negara Kesatuan Republik Indonesia karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, hubungan yang kuat dengan tanah, wilayah, sumber daya alam, memiliki pranata pemerintahan adat, dan tatanan hukum adat di wilayah adatnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (Pasal 1 Angka 33)
B. ISU DAN PERMASALAHAN
Pengakuan dan perlindungan hak masyarakat hukum adat sangat penting oleh negara. Hal ini karena masyarakat hukum adat lahir dan telah ada jauh sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk. Dalam perkembangannya masyarakat hukum adat menyesuaikan dengan prinsip-prinsip dan semangat Negara Kesatuan Republik Indonesia. Melalui persyaratan-persyaratan normatif dalam peraturan perundang-undangan itu sendiri, masyarakat hukum adat melebur dalam kewargaan negara. Persyaratan normatif tersebut menjadi kendala keberadaan hak-hak masyarakat hukum adat karena: Pertama, dalam praktik penyelenggaran pembangunan, rumusan frasa “sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia” dimaknai bahwa kehadiran hak-hak masyarakat hukum adat sebagai pranata yang diakui sepanjang tidak bertentangan dengan semangat pembangunan, sehingga ada kesan pemerintah mengabaikan hak masyarakat hukum adat. Sementara secara faktual di masyarakat terjadi semangat menguatkan kembali hak-hak masyarakat hukum adat. Kedua, dalam UUD 1945 disebutkan bahwa hak-hak tradisional masyarakat hukum adat dihormati sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang
Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah adaya ketidaksinergian dan tumpang tindih kepentingan atau dengan kata lain terdapat singgungan atau irisan kepentinggan antar stakeholder terkait, yaitu masyarakat (Society), pemerintah (State) dan swasta (private sector). Masyarakat sebagai penghuni lokal pulau, dalam konteks pemanfaat sumberdaya alam wilayah pulau dari turun temurun memiliki pola yang teratur dalam mengelolanya. Bahkan pada wilayah tertentu memiliki sebuah kebiasaan atau kesepakatan ataupun aturan yang familier disebut dengan kearifan lokal (local wisdom).
Namun untuk permasalahan selanjutnya, hingga saat ini belum tersedia data dan informasi terkait kawasan atau wilayah berlakunya adat tersebut, termasuk kelembagaan adat dan lokal masyarakat di pulau-pulau kecil, seperti budaya mane’e, awig-awig, sasi dan berbagai budaya tradisional lainnya dipenjuru nusantara, padahal berbagai macam budaya tersebut merupakan potensi bangsa yang perlu dilestarikan dalam rangka mendukung pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan salah satunya dengan kegiatan revitalisasi dan fasilitasi kelembagaan masyarakat adat dan lokal di pulau-pulau kecil.
Keberadaan MHA jauh sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terbentuk. Dalam UUD 1945 disebutkan bahwa hak-hak tradisional MHA dihormati sepanjang masih hidup serta sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI yang diatur dalam undang-undang. Permasalahan yang dihadapi adalah adaya ketidaksinergian dan tumpang tindih kepentingan serta keterbatasan data terkait MHA. Kelompok Masyarakat Hukum Adat di Direktorat P4K berupaya melestarikan potensi bangsa Indonesia dalam rangka mendukung pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan melalui Fasilitasi Penetapan MHA, dan Penguatan MHA
C. CAPAIAN FASILITASI PERLINDUNGAN DAN PENGUATAN MHA
Kementerian Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut melalui Direktorat Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil telah mengidentifikasi sebanyak 32 komunitas Masyarakat Hukum Adat (MHA) dimana sebanyak 24 komunitas MHA telah ditetapkan melalui 20 Peraturan Bupati/Walikota. 23 Komunitas MHA diberikan bantuan, 5 komunitas telah ditingkatkan kapasitas SDMnya. Untuk data lebih lengkap dapat dilihat dari dashboard berikut ini:
MASYARAKAT HUKUM ADAT
Provinsi Sulawesi Tenggara
- Komunitas MHA Kadie Liya, Kab. Wakatobi
- Komunitas MHA Wabula, Kab. Buton
- Komunitas MHA Pulau Siompu, Kab. Buton Selatan
- Komunitas MHA Wapulaka, Kab. Buton Selatan
- Komunitas MHA Burangasi, Kab. Buton Selatan
Provinsi Sulawesi Utara
- Komunitas MHA Kakorotan, Kab. Talaud
Provinsi Maluku
- Komunitas MHA Hukurila, Kota Ambon
- Komunitas MHA Haruku Kab. Maluku Tengah
- Komunitas MHA Pulau Buano, Kab. Seram Bagian Barat
- Komunitas MHA Ambalau, Kab. Buru Selatan
- Komunitas MHA Kataloka, Kab. Seram Bagian Timur
- Komunitas MHA Tanebar Evav, Kab. Maluku Tenggara
- Komunitas MHA Adaut, Kab. Kepulauan Tanimbar
- Komunitas MHA Amarsekaru, Kab. Seram Bagian Timur
- Komunitas MHA Nuwewang, Kab. Maluku Barat Daya
- Komunitas MHA Pulau Manggur dan Kaimear, Kota Tual
- Komunitas MHA Sairun Orlima, Kab. Maluku Tengah
- Komunitas MHA Rutong, Kota Ambon
- Komunitas MHA Jabulenga, Kab. Kepulauan Aru
Provinsi Papua
- Komunitas MHA Pulau Owi dan Pulau Auki, Kab. Biak Numfor
Provinsi Papua Barat
- Komunitas MHA Arguni, Kab. Fak-Fak
- Komunitas MHA Malaumkarta, Kab. Sorong
- Komunitas MHA Mpur Wot, Kab. Tambrauw
- Komunitas MHA Werur, Kab. Tambrauw
- Komunitas MHA Teluk Mayalibit, Kab. Raja Ampat
- Komunitas MHA Namatota, Kab. Kaimana
Record Update: 03/01/2023 [MHA]