Ikan Coelacanth atau yang lebih sering disebut ikan Raja Laut ini merupakan fosil hidup atau ikan purba yang telah hidup sekitar 400 juta tahun yang lalu. Secara biologi, Coelacanth dapat hidup hingga umur antara 80-100 tahun dan dapat bertumbuh hingga 2 m dan berat 90 kg. Ikan Purba ini umumnya menempati ruang laut pada kedalaman antara 90-200 m dengan temperatur berkisar antara 14 - 22 °C. Group Coelacanth sangat dekat kekerabatannya dengan ikan berparu lungfish dan Animalia berkaki empat tetrapods dibandingkan dengan ikan bersirip pada umumnya.
Grup Coelacanth pada spot West Indian Ocean dikenal dengan spesies L. Chalumnae, Smith 1939, merupakan spesies pertama yang ditemukan pada desember 1938. Grup West Indian Ocean tersebar dari utara ke selatan bagian timur benua Afrika, mulai dari Tanzania hingga Afrika Selatan. Sedang grup Indonesia dikenal dengan L. menadoensis, Pouyaud et al., 1999, memiliki sebaran mulai dari perairan Manado (Sulawesi) hingga perairan Biak dan Raja Ampat (Papua dan Papua Barat). Penemuan seekor ikan Raja Laut di peraian Raja Ampat yang terjadi pada tanggal 02 Juli 2018 (untuk kronologi lengkapnya dapat dilihat disini) merupakan ikan ke-305 yang tetangkap di dunia, yang ke-8 di Indonesia, dan yang pertama tertangkap di luar perairan Manado, semakin mengukuhkan Raja Ampat sebagai salah satu kawasan MEGA BIO DIVERSITY kelautan yang penting, bukan hanya untuk Indonesia, tapi juga untuk dunia.
Berdasarkan analisis kekerabatan menunjukkan bahwa spesimen Raja Ampat adalah benar-benar ikan Purba Coelacanth dengan Genus Latimeria, Famili Latimeriidae, Ordo Coelacanthiformes, Kelas Sarcopterygii dan Phylum Chordata. Analisis tersebut menunjukkan pula bahwa grup besar Coelacanth terbagi menjadi 2 bagian, yaitu grup Africa (West Indian Ocean) dengan grup Indonesia. Menariknya, grup Indonesia terbagi lagi kedalam 2 subgrup yaitu Manado dan Raja Ampat. Menelaah lebih jauh lagi, spesimen Raja Ampat membentuk subgrup tersendiri yang terpisah cukup jauh dan signifikan dengan populasi Manado Mengingat specimen utuh populasi Raja Ampat tidak didapatkan, maka berdasarkan diktum zoological nomenclature, diktum systematic dan diktum taxonomical rules, maka populasi Raja Ampat masih berstatus new population, bukan spesies baru. Penulisan yang sah saat ini adalah Latimeria menadoensis (populasi Raja Ampat).
Berdasarkan rekonstruksi hipotetik tentang migrasi Coelacanth Indonesia menunjukkan bahwa presensi ikan purba di kepulauan nusantara tidak lepas dari sejarah geologis pembentukan archiphelago. Mula-mula, populasi moyang (ancestral) bergerak dari selatan (30 Mya) mengikuti pola pergeseseran tektonik dari dua massa daratan Sulawesi dan New Guinea (Papua). Selanjutnya populasi ancestral mulai memisahkan diri sejak 10 juta tahun silam. Populasi bagian timur Indonesia sangat tergantung dengan laju pergerakan proto kepulauan Halmahera. Pada sekitar 5 juta tahun lampau, pembentukan populasi permanen kelihatan sudah terbentuk seiring dengan statisnya posisi pergerakan Halmahera pada posisi aktualnya saat ini.
Penemuan ikan purba Coelacanth menarik perhatian banyak kalangan, mulai dari saintis, penggiat konservasi hingga pelancong ikan-ikan unik. penemuan populasi Coelacanth di Raja Ampat menjadi momentum yang sangat baik dan bijak untuk terus meningkatkan upaya perlindungan habitat, meningkatkan kesadaran manusia untuk menjaga lautan dan isinya menuju marwah kebermanfaatan laut Raja Ampat sebagai destinasi istimewa di perairan tropis.
lpsplsorong 15 November 2018 Dilihat : 2098