PENDAHULUAN
Bentang kepala burung papua atau bird’s head seascape (BHS) of Papua mencakup wilayah Papua dan Papua barat. wilayah ini memiliki potensi keanekaragaman hayati yang sangat beragam, khususnya di wilayah perairan lautnya. Beberapa spesies kharismatik seperti ikan raja laut (Coelecanth), hiu paus, pari manta, penyu belimbing, dugong, hingga mamalia laut seperti paus dan lumba-lumba dapat ditemukan di sini. Wilayah ini berkembang pesat dan menyediakan sumber makanan dan pendapatan bagi masyarakt yang tinggal di sepanjang pantainya.
Untuk menjaga itu, pemerintah Provinsi Papua Barat telah mendeklarasikan sebagai Provinsi Konservasi. Saat ini, Provinsi Papua Barat telah memiliki 9 kawasan konservasi di wilayah perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil antara lain Taman Nasional Teluk Cenderawasih dan SM Pulau Sabuda Tataruga (Pengelolaan KLHK), SAP Raja Ampat dan SAP Waigeo Sebelah Barat (Pengelolaan KKP), KKPD Kepulauan Raja Ampat, KKPD Jeen Womom, KKPD Kaimana, KKPD Teluk Berau dan Nusalasi, dan KKPD Teo Enebikia (Pengelolaan Pemerintah Provinsi Papua Barat) yang statusnya telah dicadangkan dan ditetapkan oleh Pemerintah. Total luas kawasan sekitar 4.397.000 Ha (Ditjen PRL, 2019) atau 18,9% dari total luas capaian kawasan konservasi nasional sebesar 24,14jt Ha.
Selain lokasi-lokasi yang telah dijadikan kawasan konservasi diatas, beberapa wilayah juga memiliki potensi keanekaragaman hayati yang perlu dijaga dan dikelola agar tetap lestari dan berkelanjutan sehingga dapat terus memberikan manfaat bagi masyarakat di sekitarnya. Salah satu lokasi tersebut adalah di wilayah distrik Makbon, Kabupaten sorong dan Perairan di sekitarnya.
Secara administrasi, ada 15 Kampung di distrik makbon, Kab. Sorong. 10 diantaranya berada di wilayah pantai antara lain Asbaken, Batu lubang pantai, Teluk Dorei, kel. Makbon, Kwadas, Baingkete, Mibi, Swatolo, Malaumkarta dan Sawatut. Distrik ini berbatasan dengan Samudra Pasifik di sebelah utara, berbatasan dengan distirk Klayili dan Sorong di sebelah selatan, berbatasan dengan Distrik Klaso dan Samudra Pasifik di sebelah timur dan di sebelah barat berbatasan dengan kota Sorong (BPS, 2019).
Masyarakat di sepanjang pesisir wilayah kajian memilki mata pencaharian utama sebagai nelayan. Aktifitas menangkap ikan menggunakan alat tangkap pancing, jaring dan kalawai (tombak untuk menangkap ikan). Sarana prasarana menangkap ikan didominasi perahu tanpa motor atau istilah lokalnya panggayung. Hanya sebagian kecil yang memiliki motor tempel dengan kapasitas 15 PK. Daerah penangkapan paling jauh 2 mil dari pantai. Khusus untuk masyarakat di Kelurahan Makbon, Swatolo dan Malaumkarta telah memiliki alternatif masa pencaharian dalam bidang pariwisata bahari.
POTENSI KEANEKARAGAMAN HAYATI
Terletak di pesisir sebelah utara wilayah bentang kepala burung papua, distrik makbon dan perairan sekitarnya memiliki beranekaragam potensi baik dari sistem sosial dan budaya masyarakat yang berkaitan erat dengan konservasi dan pelestarian alam dalam bentuk kearifan lokal yang disebut dengan ‘egek’ yang dalam bahasa Moi berarti larangan (Triyanti dkk,2020), bahkan pada tahun 2017, masyarakat adat di Kampung Malaumkarta, Distrik Makbon telah dikukuhkan melalui Peraturan Bupati Nomor 7 Tahun 2017 tentang Hukum Adat dan Kearifan Lokal dalam melakukan pengelolaan sumberdaya Laut di Kampung Malaumkarta, Distrik Makbon, Kabupaten Sorong.
Potensi lainnya adalah sebagai destinasi wisata. Masyarakat dari kota Sorong menjadikan wilayah ini sebagai tujuan berwisata. Beberapa objek wisata antara lain wisata pantai Kelurahan Makbon, wisata pantai di Pulau Um, wisata air terjun di Kampung Asbaken dan wisata mancing di Distrik Makbon serta wisata tracking mangrove di Kampung Baingkete.
Yang terakhir, wilayah ini juga memiliki potensi keanekaragaman hayati yang merupakan kunci utama sumber pemanfaatan masyarakat dari sisi ekonomi (perikanan tangkap dan pariwisata). Beberapa potensi keanekaragaman hayati di kawasan ini adalah :
1). Memiliki tiga ekosistem utama wilayah pesisir yaitu Mangrove, Lamun dan Terumbu Karang yang merupakan habitat penting bagi sumberdaya perikanan yang memiliki nilai ekonomis penting.
Jumlah jenis mangrove yang ditemukan wilayah ini sebanyak 6 jenis mangrove yaitu Avicennia alba, Brugueira sp, Ceriops tagal, Sonneratia sp, Rhizopora apiculata, dan Rhizopora mucronata dengan kondisi Kerapatan pohon mangrove berkisar 700 – 1800 pohon/Ha dengan rata-rata masuk dalam kategori sedang. Sedangkan berdasarkan hasil analisis citra satelit, luas ekosistem mangrove adalah 354,91 Ha, dengan kondisi baik seluas 274,38 Ha (77%) dan kondisi rusak seluas 80,53 Ha (23%). Untuk jenis lamun yang ditemukan ada 8 jenis yaitu Cymodocea rotundata, Halodule uninervis, Halophila ovalis, Halophila minor, Thalassia hemprichii, Thalassodendron ciliatum, Syringodium isoetifolium dan Enhalus acoroides. Berdasarkan persentase penutupan, kondisi ekosistem lamun memiliki nilai pada kisaran 28,44 – 47,66% dan masuk pada kategori sedang. Untuk kondisi tutupan karang hidup di lokasi ini mencapai 46,22% atau masuk dalam kategori sedang (LPSPL Sorong, 2019)
Dengan potensi ekosistem pesisir tersebut, perairan ini menjadi habitat penting berbagai perikanan ekonomis penting seperti ikan pelagis (cakalang, tenggiri dan kembung), ikan Demersal (ikan kerapu dan kakap), Lobster dan Teripang. khusus untuk nelayan ikan pelagis kebanyakan berasal dari kota sorong. Sedangkan untuk selainnya merupakan masyarakat setempat. Namun, karena terbatasnya SDM di dinas kabupaten sehingga pencatatan potensi perikanan belum maksimal.
2). Merupakan habitat penting jenis biota dilindungi dan terancam penuh seperti Dugong dan Penyu.
Dugong merupakan jenis mamalia laut yang termasuk dalam ordo Sirenia. Organisme ini dilaporkan dapat dijumpai di wilayah perairan Indonesia, walaupun dengan frekuensi yang relatif rendah karena hanya pada lokasi tertentu dapat menjumpainya. Sebagai organisme herbivora, dugong banyak menghabiskan waktu makannya di padang lamun. Lamun atau oleh masyarakat juga disebut rumput bawang merupakan makanan utama mamalia kharismatik ini. beberapa penelitian memberikan informasi bahwa jenis lamun pada genus Halodule dan Halophila merupakan makanan predominan (Dewi dkk, 2018).
Sejak tahun 2017 – 2019, telah terlaporkan kasus dugong terdampar di Distrik Makbon sebanyak 4 kasus. Data ini menunjukkan bahwa perairan ini merupakan habitat penting dugong karena wilayah ini memiliki potensi ekosistem padang lamun yang cukup besar. Pada tahun 2017, Tim Dugong and seagrass Conservation Project (DSCP) bersama Loka PSPL Sorong melakukan pemantauan dugong di pulau Um dan berhasil mendokumentasikan seekor dugong.
Selain dugong, disepanjang pantai di pesisir distrik Makbon merupakan pantai peneluran penyu untuk jenis Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea) dan Penyu Sisik (Eretmochelys imbricate). Penyu-penyu tersebut biasa dijumpai bertelur di pesisir pantai berpasir Pulau Um. Pulau Um sebagai pantai peneluran penyu memiliki luas pantai sekitar 2,5 Haimana dalam satu malam pernah dijumpai 12 penyu bertelur dalam satu malam. Berdasarkan data survei, pada musim peneluran bulan februari-juni telah ditemukan 106 sarang dengan persentasi keberhasilan penetasan sebesar 88,69%. musim peneluran penyu berlangsung pada bulan februari hingga bulan Juli (LPSPL Sorong, 2019). Saat ini, ada kelompok konservasi penggiat pelestarian dan perlindungan laut malaumkarta raya yang beranggotakan pemuda kampung giat melakukan konservasi penyu dengan menjaga, merelokasi dan melepasliarkan tukik penyu pada musim peneluran Februari – Juni. Pada tahun 2017 kelompok ini berhasil melepasliarkan sekitar 2000 ekor tukik (Mongobay.co.id)
Untuk menjaga potensi keanekaragaman hayati berupa potensi perikanan ekonomis penting dan keberadaan biota kharismatik dan dilindungi ini, perlu dilakukan strategi pengelolaan yang tepat agar tetap lestari dan berkelanjutan sehingga dapat terus memberikan manfaat bagi masyarakat di sekitarnya
STRATEGI PENGELOLAAN KEANEKARAGAMAN HAYATI
Pendekatan yang digunakan dalam pengelolaan keanekaragaman hayati ini harus bsa menyelaraskan antara upaya perlindungan dan pelestarian biota dan habitatnya dengan upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat disekitarnya. Untuk itu, penulis mencoba pendekatan yang mengkolaborasikan asas perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan agar sumberdaya tetap terjaga disamping dapat memberikan manfaat kepada masyarakat. Adapun beberapa strategi yang direkomendasikan antara lain :
1). Strategi Perlindungan dan Pelestarian
A. Perlindungan ekosistem utama di wilayah pesisir dan laut yaitu mangrove, lamun dan terumbu karang
Ekosistem utama tersebut memiliki peran penting bagi keberlangsungan sumberdaya perikanan karena merupakan lokasi memijah/bertelur berbagai jenis ikan nilai ekonomis penting, tempat berkembang biak dan tempat pengasuhan sehingga perlu dilakukan upaya perlindungan dan pelestarian seperti :
i) Rehabilitasi ekosistem mangrove dan terumbu karang
ii) Pelatihan rehabilitasi ekosistem pesisir berbasis masyarakat
iii) Penyadartahuan tentang peranan penting ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang untuk keberlanjutan potensi perikanan yang ada mulai dari usia anak sekolah hingga orang tua.
iv) Inisiasi peraturan kampung tentang pengaturan pemanfaatan / penebangan pohon mangrove ataupun penambangan terumbu karang untuk bahan bangunan
B. Perlindungan biota laut ETP (Endangered, Threatened, and Protected) dan habitatnya seperti Dugong (dugong dugon) dan beberapa jenis Penyu
Menjadi habitat bagi biota kharismatik seperti dugong dan penyu, tentu menjadi keistimewaan bagi wilayah ini. Tidak setiap tempat di Indonesia, kita bisa berjumpa dengan dugong dan penyu. Menjaga kelestarian biota ini merupakan tujuan utama konservasi. Untuk itu perlu dilakukan upaya perlindungan dan pelestarian antara lain :
i) Memetakan lokasi-lokasi habitat penting dugong dan penyu (Zonasi) kemudian ditetapkan sebagai lokasi perlindungan (Harahap dkk, 2015).
ii) Membentuk kader konservasi (pengelolaan kolaboratif) di masing-masing Kampung dalam rangka menjaga kelestarian dugong dan penyu (Harahap dkk, 2015).
iii) Memasang papan informasi tentang perlindungan dugong dan penyu di masing-masing kampung pesisir
iv) Menyusun Code of Conduct saat berinteraksi dengan dugong dan penyu.
2). Strategi Pemanfaatan berkelanjutan
A. Pengelolaan jenis ikan ekonomis penting seperti Lobster, teripang, Ikan pelagis (Ikan cakalang, Ikan Tengiri, Ikan kembung) dan ikan karang (Ikan kerapu, Ikan baronang, Ikan merah, ikan kakap)
Perairan pesisir utara Distrik Makbon memiliki potensi perikanan demersal dan pelagis yang dapat dikelola dengan baik untuk kesejahteraan masyarakat. Beberapa program yang dapat diusulkan dalam pengelolaan ini adalah :
i) Menyusun dokumen bisnis plan terkait usaha perikanan yang menganalisis potensi produksi perikanan dan batas jumlah penangkapan yang diperbolehkan (MSY), lokasi pendaratan, penanganan pertama pada hasil perikanan, pengemasan dan pendistribusian, dan pemasaran.
ii) Penyiapan sarana dan prasarana pendukung kegiatan perikanan seperti pelabuhan pendaratan ikan, pabrik es, tempat pengemasan dan infrastruktur jalan.
iiii) Mendukung pembentukan BUMDES yang bergerak dalam bidang perikanan sehingga pengelolaan potensi perikanan perikanan ini sifatnya berbasis masyarakat.
B. Pengembangan ekowisata berbasis konservasi.
Salah satu model pemanfaatan kawasan konservasi yang paling potensial selain produksi perikanan adalah pengembangan ekoswisata berbasis konservasi. Beberapa objek wisata antara lain wisata pantai Kelurahan Makbon, wisata pantai di Pulau Um, wisata air terjun di kampung Asbaken, wisata mancing di Distrik Makbon dan wisata tracking mangrove di kampung Baingkete. Kegiatan wisata lain yang berpotensi untuk dikembangkan adalah atraksi wisata pemantauan penyu bertelur, adopsi tukik, dan pengamatan dugong. Untuk mendukung hal tersebut perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
i) Menyiapkan SDM dimana generasi pemuda diarahkan untuk pendidikan tentang kepariwisataan seperti manajemen, enterpreuneurship, teknologi digital (media digital untuk promosi, menggunakan public figure sebagai influencer), dan teknik kreatifitas pengembangan wisata (Triyanti dkk,2020).
ii) Mendukung pembentukan BUMDES yang bergerak dalam bidang pariwisata sehingga pengelolaan pariwisata sifatnya berbasis masyarakat.
iii) Membentuk kelompok sadar wisata (POKDARWIS) yang bertugas menyiapkan segala informasi, sosialisasi dan penyadaran tentang wisata berbasis konservasi di masing-masing k
iv) Membuat peraturan Kampung secara partisipatif untuk pengelolaan pariwisata, penentuan tarif dan retribusi serta pemanfaatan lahan (berjualan, parkir kendaraan, transportasi laut, gazebo dan homestay).
DAFTAR PUSTAKA
BPS. 2019. Distrik Makbon dalam Angka 2019. Badan Pusat Statistik Kabupaten Sorong. Katalog BPS : 1102001.9107100
Dewi, C, S, U. Subhan, Beginer. Arafat, Dondy. Sukandar. 2018. Distribusi Habitat Pakan Dugong Dan Ancamannya Di Pulau – Pulau Kecil Indonesia. Journal of Fisheries and Marine Science Vol 2, No. 2, April 2018
Ditjen PRL. 2019. Kelautan dalam Angka. Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut. Kementerian Kelautan dan Perikanan
Harahap, Irma, M. Fahrudin, Achmad. Wardiatno, Yusli. 2015. Pengelolaan Kolaboratif Kawasan Konservasi Penyu Pangumbahan Kabupaten Sukabumi. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI) Vol. 20 (1): 39 46. ISSN 0853 – 4217
LPSPL Sorong. 2019. Dokumen Identifikasi dan Penilaian Potensi Pencadangan Calon Kawasan konservasi Perairan Maksegara Kabupaten Sorong-Tambrauw Di Provinsi Papua Barat. Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut. Kementerian Kelautan dan Perikanan
Peraturan Bupati Nomor 7 Tahun 2017 tentang Hukum Adat dan Kearifan Lokal dalam melakukan pengelolaan sumberdaya Laut di Kampung Malaumkarta, Distrik Makbon, Kabupaten Sorong
Triyanti, Riesti. Muawanah, Ui. Kurniasari, Nendah. Soejarwo, P, A. Febrian, Tommi. 2020. Potensi Pengembangan Ekowisata Bahari Berbasis Masyarakat Adat Sebagai Kegiatan Ekonomi Kreatif Di Kampung Malaumkarta, Papua Barat. J. Sosek KP Vol. 15 No. 1 Juni 2020: 93-105.
lpsplsorong 06 Februari 2021 Dilihat : 2528