A. KATEGORI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN
Kawasan konservasi di perairan lahir dari 2 nomenklatur yaitu UU 45/2009 jo UU 31/2004 dan PP 602007 dengan nama Kawasan Konservasi Periaran (KKP), dan nomenklatur UU 1/2014 jo UU 27/2007 dengan mahzab Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KKP3K).
Masing-masing kategori dijelaskan dalam PermenKP 23/2016 dan PermenKP 17/2008, dan Permen KP30/2010.
Gambar oleh :
Kategori kawasan konservasi kemudian disesuaikan sebagaimana diatur dalam PERMEN KP Th. 2020 No. 31 (Pengelolaan Kawasan Konservasi). Permen KP tersebut menggabungkan dan menyederhakan peraturan-peraturan sebelumnya, yakni Permen KP No. 17 Tahun 2008 tentang Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; Permen KP No. 2 Tahun 2009 tentang Tata Cara Penetapan Kawasan Konservasi Perairan; Permen KP No. 30 Tahun 2010 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan; dan Permen KP No. 47 Tahun 2016 tentang Pemanfaatan Kawasan Konservasi Perairan. Dalam Permen KP No. 31 tahun 2020 tersebut, terdapat bentuk Pengelolaan Kawasan Konservasi mulai dari Pembentukan, Pemanfaatan, Pengelolaan, hingga Evaluasi, dengan menggunakan sistem Zonasi.
Berdasarkan Permen KP No. 31 Tahun 2020, Kawasan Konservasi dibagi menjadi 3 (tiga) kategori, yakni Taman, Suaka, dan Kawasan Konservasi Maritim.
1. Kategori Taman
Penetapan kawasan konservasi perairan dengan kategori taman dilakukan tujuan untuk perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan keanekaragaman hayati dan/atau sumber daya ikan. Fungsinya untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas keanekaragaman hayati. Penetapan Kategori Taman dilakukan dengan kriteria sebagai berikut:
- memiliki luas perairan yang mendukung keberlangsungan proses ekologis secara alami dan dapat dikelola secara berkelanjutan;
- berpotensi sebagai warisan dunia alami;
- memiliki keanekaragaman hayati perairan, keunikan fenomena alam dan/atau kearifan Lokal yang alami, dan berdaya tarik tinggi, serta berpeluang besar untuk menunjang pengembangan pariwisata alam perairan yang berkelanjutan;
- mempunyai luas Wilayah Pesisir dan/atau Pulau Kecil yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil;
- kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan pariwisata alam perairan, perikanan berkelanjutan, penangkapan ikan tradisional, dan pembudidayaan ikan yang ramah lingkungan;
- mempunyai keterwakilan Ekosistem di Wilayah Pesisir yang masih asli dan/atau alami.
2. Kategori Suaka
Penetapan kawasan konservasi perairan dengan kategori suaka dilakukan tujuan untuk perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan keanekaragaman hayati dan/atau sumber daya ikan. Fungsinya untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas sumber daya ikan. Penetapan Kategori Suaka dilakukan dengan kriteria sebagai berikut:
- memiliki satu jenis ikan yang khas, unik, langka, endemik, dan/atau yang terancam punah di habitatnya yang memerlukan upaya perlindungan dan pelestarian agar dapat terjamin keberlangsungan perkembangannya secara alami;
- memiliki luas habitat dari spesies target yang mendukung keberlangsungan siklus hidup spesies target;
- tempat hidup dan berkembang biak satu jenis ikan tertentu yang perlu dilindungi dan dilestarikan;
- memiliki satu tipe Ekosistem sebagai habitat jenis ikan tertentu yang relatif masih alami;
- kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan perikanan berkelanjutan.
3. Kategori Kawasan Konservasi Maritim
Penetapan kawasan konservasi perairan dengan kategori kawasan konservasi maritim dilakukan tujuan untuk perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan Situs Budaya Tradisional. Fungsinya untuk mempertahankan dan meningkatkan nilai warisan budaya maritim dan nilai-nilai tradisional atau kearifan Lokal. Penetapan Kategori kawasan konservasi maritim dilakukan dengan kriteria sebagai berikut:
- wilayah kelola Masyarakat Hukum Adat yang telah diserahkan pengelolaannya;
- wilayah Pesisir dan/atau pulau-pulau kecil yang diatur dengan adat tertentu, Kearifan Lokal, dan/atau hak tradisional;
- tempat tenggelamnya kapal yang mempunyai nilai arkeologi;
- situs sejarah kemaritiman;
- tempat ritual keagamaan atau adat.
Berdasarkan status kewenangan pengelolaannya, kawasan konservasi dapat dibagi menjadi dua, yakni:
a. Kawasan Konservasi Nasional, kewenangan berada di Menteri Kelautan dan Perikanan dengan kriteria:
- berada di wilayah perairan di luar 12 mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan;
- berada di wilayah Perairan Pesisir lintas provinsi;
- berada di wilayah perairan yang merupakan kawasan strategis nasional;
- berada di wilayah perairan yang merupakan kawasan strategis nasional tertentu;
- berada di wilayah perairan dan/atau Wilayah Pesisir dan pulau-pulau kecil yang memiliki karakteristik tertentu, antara lain: 1) memiliki nilai konservasi baik nasional maupun internasional yang didasari pada kaidah-kaidah ilmiah yang dilakukan oleh lembaga berkompeten dan komitmen global, 2) secara ekologi dan geografi bersifat lintas negara, 3) mencakup habitat yang menjadi wilayah ruaya jenis ikan tertentu, 4) terdapat kapal perang asing yang tenggelam dan memiliki nilai arkeologis.
b. Kawasan Konservasi Daerah, kewenangan berada pada Gubernur, dengan kriteria:
- perairan antara 0 – 12 mil;
- Kawasan Konservasi KSN & KSNT di bawah 12 mil dapat ditetapkan statusnya sebagai Kawasan Konservasi Daerah;
- Gubernur menetapkan Satuan Unit Organisasi Pengelola Kawasan Konservasi;
- Kawasan Konservasi yang dilakosikan dapat ditetapkan statusnya sebagai Kawasan Konservasi Daerah dengan kriteria berada di perairan pesisir, di luar yang menjadi kewenangan Menteri.
B. PEDOMAN PENYUSUNAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN
Berdasarkan Permen KP 02/2009, proses penetapan kawasan konservasi dapat dilihat sebagaimana infografis berikut:
Gambar oleh :
Tahapan Penetapan Kawasan Konservasi sesuai dengan PERMEN KP No. 31 Tahun 2020 mengalami sedikit penyesuaian sebagaimana berikut:
Secara lebih terperinci, tahapan penetapan kawasan konservasi diuraikan pada halaman berikut : Tahapan Penetapan Kawasan Konservasi
Setelah kawasan konservasi perairan ditetapkan, maka dilanjutkan dengan proses pengelolaan berkelanjutan agar kawasan dapat berjalan sebagaimana fungsinya. Adapun tindak lanjut yang perlu dilakukan setelah penetapan kawasan konservasi perairan adalah sebagai berikut:
1. Menunjuk Satuan Unit Organisasi Pengelola
Unit Organisasi Pengelola dapat berbentuk unit pelaksana pusat, OPD (Organisasi Perangkat Daerah), unit pelaksana daerah, atau cabang dinas. Unit ini memiliki tugas:
- Penyusunan Rencana Pengelolaan
- Pelaksanaan program dan kegiatan Rencana Pengelolaan
- Penataan batas
- Monitoring berkala
- Pelayanan pemanfaatan
- Penyadartahuan masyarakat
- Kemitraan dan jejaring
- Pemantauan pemanfaatan
Hal-hal yang perlu dituangkan dalam penyusunan rencana pengelolaan kawasan konservasi secara umum adalah Tujuan Pengelolaan Target Konservasi yang meliputi:
- Tujuan dan sasaran yang terukur terhadap target konservasi
- Kondisi biofisik, sosial, ekonomi, dan budaya
- Tingkat pemanfaatan eksisting
- Potensi ancaman terhadap target konservasi
- Strategi tata kelola, perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan target konservasi
- Indikasi program, kegiatan, dan rencana pendanaan
- Rencana kemitraan dan jejaring pengelolaan kawasan konservasi
- Zonasi kawasan konservasi (termasuk subzona)
- Rencana monitoring dan evaluasi terhadap target pengelolaan
2. Publikasi Kawasan Konservasi
Publikasi dilakukan melalui Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut (KKHL), Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (DJPRL), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan mengusulkan publikasi kawasan konservasi dalam peta laut Indonesia kepada instansi yang menangani urusan pemerintahan di bidang hidrografi dan oseanografi.
3. Sosialisasi Keputusan Menteri Penetapan Kawasan
Dinas melakukan sosialisasi Kepmen penetapan kawasan konservasi kepada masyarakat, terutama di sekitar kawasan.