Penyu
PENYU
A. DESKRIPSI
Kelestarian penyu di Indonesia juga mengalami ancaman yang cukup serius dan mengkhawatirkan, terutama disebabkan karena pengambilan telur penyu untuk perdagangan, penangkapan indukan penyu dan kematian penyu yang disebabkan terjerat secara tidak sengaja dalam kegiatan penangkapan ikan. Pada tahun 1999 pemerintah telah menetapkan penyu sebagai jenis biota yang dilindungi, ini berarti pemanfaatan ekstraktif spesies tersebut sudah tidak diperbolehkan, kecuali untuk tujuan penelitian dan pengembangan. Selain itu, daerah pesisir yang menjadi wilayah peneluran penyu sebagian besar juga sudah ditetapkan sebagai kawasan konservasi.
Sampai dengan saat ini ancaman kelestarian penyu masih cukup tinggi baik oleh faktor alamiah maupun anthropogenik (manusia). Faktor Alam diantaranya terjadinya abrasi pantai, perubahan iklim (climate change), maupun ancaman hewan pemangsa (predator). Sedangkan faktor anthropogenik antara lain: terjadinya degradasi habitat peneluran, pencemara laut, tertangkapnya penyu secara tidak sengaja oleh alat tangkap ikan (by-catch), serta pemanfaatan bahan-bahan asal penyu seperti daging, telur maupun karapasnya.
Enam dari Tujuh jenis penyu di dunia ditemukan di wilayah perairan Indonesia, keenam jenis penyu tersebut adalah Penyu Hijau (Chelonia mydas), Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata), Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea), Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea), Penyu Tempayan (Caretta-caretta) dan Penyu Pipih (Natator depressa). bahkan lima spesies diantaranya melakukan aktivitas peneluran di sepanjang wilayah pesisir Indonesia.
B. TAKSONOMI DAN KLASIFIKASI
Dari enam spesies ini hanya Penyu Pipih yang tidak dijumpai bertelur di wilayah pantai Indonesia. Menurut Carr (1972), penyu termasuk ke dalam Ordo Testudinata yang merniliki 2 (dua) famili yang masih bertahan hingga saat ini, yaitu :
A. Family Cheloniidae, meliputi :
1) Chelonia mydas (penyu hijau)
2) Natator depressus (penyu pipih]
3) Lepidochelys olivacea (penyu lekang)
4) Lepidochelys kempi (penyu kernpi]
5) Eretmochelys imbricata (penyu sisik)
6) Caretta caretta (penyu karet atau penyu tempayan)
B. Family Dermochelyidae, meliputi: Dermochelys coriacea (penyu belimbing)
Klasifikasi jenis penyu laut yang hidup di perairan Indonesia adalah sebagai berikut:
C. MORFOLOGI PENYU
Secara umum, penyu memiliki perbedaan karakteristik eksternal antar spesies penyu, yaitu terletak pada :
- Jenis cangkangnya (lunak atau keras) serta ada atau tidaknya lempengan sisik di kepala (scales) dan di karapas (scutes ).
- Jumlah dan susunan lempengan (scutes) pada cangkang, baik cangkang bagian atas (karapas) maupun cangkang bagian bawah (plastron).
- Jumlah lempengan sisik (scales) pada kepala
Untuk lebih jelasnya, ciri-ciri morfologi setiap jenis penyu dan tukik dapaat dilihat pada tabel 1 dan 2 berikut :
D. REPRODUKSI PENYU
Reproduksi penyu dilakukan penyu dewasa jantan dan betina melalui tahapan perkawinan, peneluran sampai menghasilkan generasi baru (tukik). Secara ringkas, tahapan reproduksi penyu dapat dijelaskan sebagai berikut :
- Perkawinan
Penyu melakukan perkawinan dengan cara penyu jantan bertengger di atas punggung penyu betina. Dari ratusan butir telur yang dikeluarkan oleh seekor penyu betina, paling banyak 1-3% yang berhasil mencapai dewasa. Penyu melakukan perkawinan di dalam air taut, terkecuali pada kasus penyu tempayan yang akan melakukan perkawinan meski dalam penangkaran apabila telah tiba masa kawin. Umumnya, proses perkawinan terjadi di perairan dangkal dan dekat lokasi peneluran dan berlangsung cukup lama, bisa sampai sekitar 6 jam.
Untuk membedakan kelamin penyu dapat dilakukan dengan cara "sexual dimorphism': yaitu membedakan melalui ukuran ekor khususnya pada penyu dewasa yaitu untuk penyu Betina Dewasa memiliki ekor pendek atau sedikit melibihi karapas sedangkan pada penyu Jantan Dewasa ekor Panjang menjulur keluar hingga keluar bagian karapas belakang. Sedangkan penyu muda dan tukik belum bisa dibedakan jenis kelaminnya berdasarkan morfologi eksternalnya (Suprapti, 2006).
Ketika akan bertelur penyu akan naik ke pantai. Hanya penyu betina yang datang ke daerah peneluran, sedangkan penyu jantan berada di daerah sub-tidal. Penyu bertelur dengan tingkah laku yang berbeda sesuai dengan spesies masing-masing. Setiap spesies penyu memiliki waktu (timing) peneluran yang berbeda satu sama lain, seperti yang tersebut pada Tabel berikut :
2. Siklus Hidup
Seluruh spesies penyu memiliki siklus hidup yang sama. Penyu mempunyai pertumbuhan yang sangat lambat dan memerlukan berpuluh-puluh tahun untuk mencapai usia reproduksi. Penyu dewasa hidup bertahun-tahun di satu tempat sebelum bermigrasi untuk kawin dengan menempuh jarak yang jauh (hingga 3000 km) dari ruaya pakan ke pantai peneluran. Pada umur yang belum terlalu diketahui (sekitar 20-50 tahun) penyu jantan dan betina bermigrasi ke daerah peneluran di sekitar daerah kelahirannya. Perkawinan penyu dewasa terjadi di lepas pantai satu a tau dua bulan sebelum peneluran pertama di musim tersebut. Baik penyu jantan maupun betina memiliki beberapa pasangan kawin.
Penyu betina menyimpan sperma penyu jantan di dalam tubuhnya untuk membuahi tiga hingga tujuh kumpulan telur (nantinya menjadi 3-7 sarang) yang akan ditelurkan pada musim tersebut. Penyu jantan biasanya kembali ke ruaya pakannya sesudah penyu betina menyelesaikan kegiatan bertelur dua mingguan di pantai. Penyu betina akan keluar dari laut jika telah siap untuk bertelur, dengan menggunakan sirip depannya menyeret tubuhnya ke pantai peneluran. Penyu betina membuat kubangan atau lubang badan (body pit) dengan sirip depannya lalu menggali lubang untuk sarang sedalam 30-60 cm dengan sirip belakang. jika pasirnya terlalu kering dan tidak cocok untuk bertelur, si penyu akan berpindah ke lokasi lain.
Penyu mempunyai sifat kembali ke rumah ("Strong homing instinct") yang kuat (Clark, 1967, Mc Connaughey,197 4; Mortimer dan Carr, 1987; Nuitja, 1991), yaitu migrasi antara lokasi mencari makan (Feeding grounds) dengan lokasi bertelur (breeding ground). Migrasi ini dapat berubah akibat berbagai alasan, misalnya perubahan iklim, kelangkaan pakan di alam, banyaknya predator termasuk gangguan manusia, dan terjadi bencana alam yang hebat di daerah peneluran, misalnya tsunami.
E. SEBARAN JENIS PENYU
Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa perairan Indonesia merupakan habitat bagi 6 (enam) jenis penyu yang ada di dunia termasuk di wilayah Perairan Sulawesi. Secara umum, sebaran habitat penyu di Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut :
Berdasarkan data hasil survey sebaran dan informasi dari masyarakat melalui aplikasi SIDIDI (Sistem Data dan Informasi Ikan), diperoleh data bahwa 5 (lima) dari 6 (enam) jenis penyu yang ada di Indonesia pernah di temukan di perairan Sulawesi yang tersebar dari Utara sampai Selatan. Kelima jenis penyu tersebut adalah Penyu Hijau (Chelonia mydas), Penyu lekang (Lepidochelys olivacea), Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata), Penyu Tempayan (Caretta caretta) dan Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea). Secara ringkas dapat dilihat pada tabel berikut :
Penyu adalah satwa penjelajah dengan lingkupan ruaya hidup ribuan kilometer. Dengan demikian, upaya perlindungan optimal hanya bisa dilakukan jika ada kerjasama dan koordinasi antar negara.
Semua spesies penyu adalah biota yang dilindungi di seluruh dunia termasuk Indonesia, bahkan telah dikategorikan sebagai salah satu biota terancam punah dan masuk dalam daftar IUCN Red list yang dikeluarkan oleh organisasi IUCN (The International Union for Concervation of Nature, 2007). Secara Internasional, penyu telah dimasukkan dalam Appendix 1 CITES (Convention on International Trade in Endangered Species) yang berarti bahwa penyu telah dinyatakan sebagai satwa terancam punah dan tidak dapat diperdagangkan dalam bentuk apapun
E. REPRODUKSI PENYU
Sedangkan secara nasional, perlindungan penyu juga sudah diatur dalam Undang-Undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam, Undang-Undang No.31 Tahun 2004 Ju.Undang-Undang No 45 Tahun 2009 tentang Perikanan dan Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 2009 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa Liar yang merupakan dasar regulasi yang menetapkan penyu sebagai jenis biota yang dilindungi secara penuh, dimana semua bentuk pemanfaatan di habitat alam tidak diperbolehkan, dikecualikan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan dengan seizin Menteri sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar. Pada tahun 2015, Menteri Kelautan dan Perikanan mengeluarkan Surat Edaran MKP No. 526/MEN-KP/VIII/2015 tanggal 14 Agustus 2015 tentang Pelaksanaan Perlindungan Penyu,Telur, Bagian Tubuh dan/atau produk turunannya.
Pada Tahun 2018, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menetapkan Peraturan Menteri LHK Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor P.20/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2018 Tentang Jenis Tumbuhan Dan Satwa Yang Dilindungi, dimana Permen ini merevisi lampiran dari Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa.
Masalah pengelolaan penyu menyangkut berbagai macam kepentingan yang melibatkan berbagai instansi di pusat hingga di daerah baik pemerintah, swasta dan masyarakat. Pengelolaan penyu di Indonesia umumnya dilakukan oleh instansi pemerintah sesuai dengan tupoksi yang dimandatkan oleh undang-undang dan kebijakan pemerintah lainnya termasuk Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup serta Pemerintah Daerah telah melakukan pengelolaan penyu sesuai dengan tupoksi dan kewenangannya masing-masing.
Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Makassar sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Ditjen Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan juga ikut berperan aktif dalam pengelolaan penyu di wilayah perairan Sulawesi melalui upaya-upaya perlindungan dengan pelibatan pemerintah daerah dan masyarakat. Adapun kegiatan perlindungan yang telah diupayakan di wilayah Sulawesi adalah melalui perlindungan habitat peneluran, Sosialisasi Perlindungan Penyu, Monitoring pendataan peneluran, pendampingan dan pembinaan kelompok masyarakat penggerak konservasi penyu melalui pemberian bantuan sarana konservasi penyu.
Salah satu upaya perlindungan penyu yang dilakukan adalah dengan pelibatan atau peran serta kelompok-kelompok masyarakat di wilayah Sulawesi. Umumnya, kelompok-kelompok masyarakat melakukan upaya pengamanan, pengawasan pantai-pantai peneluran, pembinaan habitat misalnya pembersihan pantai dari sampah dan polusi, kegiatan penetasan penyu semi alami hingga pembuatan kawasan konservasi penyu. Untuk di wilayah Sulawesi sudah ada beberapa Kelompok Masyarakat penggerak Konservasi (KOMPAK) yang melakukan aktifitas perlindungan penyu di daerahnya masing-masing.
Upaya perlindungan lain yang telah dilakukan oleh Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Makassar adalah Sosialisasi Perlindungan Jenis biota yang terancam punah melalui aksi bersama dengan turun ke lapangan langsung yaitu di pasar-pasar, desa nelayan dan dinas Kelautan dan Perikanan di seluruh wilayah Sulawesi termasuk regulasi perlindungan penyu dan sanksinya serta larangan pemanfaatan penyu termasuk bahaya mengkonsumsi penyu. Kegiatan sosialisasi perlindungan jenis biota yang terancam punah termasuk penyu telah dilakukan oleh BPSPL Makassar sejak tahun 2012 di seluruh wilayah kerja Sulawesi.
Berikut peta infografis nesting area atau daerah peneluran penyu dan Kelompok Masyarakat Pengelolanya sebagai salah satu upaya perlindungan penyu melalui aktifitas penyelamatan telur penyu:
F. PENDATAAN PENELURAN PENYU
Dalam kaitannya untuk melihat potensi suatu wilayah peneluran penyu BPSPL Makassar melakukan pendataan terhadap Peneluran Penyu yang ditemukan di wilayah Sulawesi. Pendataan dilakukan dengan bekerja sama dengan kelompok masyarakat penggerak konservasi Penyu dan masyarakat pesisir yang melakukan pelaporan kepada BPSPL Makassar.
Berdasarkan data peneluran Penyu yang diperoleh BPSPL Makassar terdapat 5 lokasi yang konsisten memberikan pendataan, yaitu peneluran penyu di Kab. Pangkep, Kab. Selayar, Manado, Polewali Mandar, dan Toli-toli. Berikut ditampilkan pada grafik perbandingan jumlah indukan yang mendarat dan jumlah telur. Data peneluran Penyu terlampir.
G. PELEPASLIARAN PENYU DAN TUKIK
BPSPL Makassar telah melakukan kegiatan pelepasliaran Penyu sebagai upaya dalam menjaga kelestarian Penyu. Penyu yang dilepasliarkan merupakan penyu hasil sitaan dari penangkapan pedagangan penyu secara ilegal, penyu yang tertangkap sebagai akibat dari aktivitas penangkapan ikan (by-catch) dan penetasan telur penyu yang dilakukan oleh penggiat konservasi. Data pelepasliaran yang telah dilakukan oleh BPSPL Makassar terlampir.
H. MONITORING PENYU
Dalam upaya pelestarian penyu BPSPL Makassar melakukan monitoring penyu untuk mengetahui aktivitas penyu di alam, seperti pola dan alur migrasi, habitat makan dan berkembangbiak. Monitoring ini telah dilakukan dengan 3 teknik, yaitu teknik Plat Metal Tag, Microchip ID, dan Photo ID. Namun saat ini pendataan penyu hanya dilakukan dengan menggunakan gabungan dari teknik Microchip ID dan Photo ID karena dinilai lebih efektif dan efisien digunakan. Pendataan peneluran oleh BPSPL Makassar bersama kelompok telah dilakukan semenjak tahun 2017 meskipun ada juga kelompok yang telah memulai pendataan sejak tahun 2013.
I. PEMANFAATAN
Sejak dulu sampai sekarang masyarakat masih memanfaatkan daging penyu dan telur penyu untuk konsumsi yang konon katanya dapat menambah stamina pria padahal fakta sebenarnya tidak demikian. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa daging penyu mengandung senyawa polutan Organik Persisten (POP) dan logam berat yg sangat berbahaya, spt: kanker, liver, kerusakan sistem syaraf, dan gangguan sistem hormon endokrin. Kandungan polychlorinated biphenyl (PCB) dalam telur penyu sangat tinggi (300 x di atas batas aman). PCB menyebabkan cacat lahir dan berbagai jenis kanker. Telur penyu mengandung kadar kolestrol yang sangat tinggi (20 x telur ayam) menyebabkan penyakit jantung dan stroke (Van de Merwe et al, (2010) dan J.Tibbetts. (2009). Selain itu, pemanfaatn karapas penyu masih sering dimanfaatkan sebagai perhiasan dan aksesoris. Tentu saja pemanfaatan penyu dan derivat-derivatnya ini merupakan pemanfaatan secara ilegal karena penyu termasuk ke dalam status perlindungan penuh dan masuk ke dalam Appendix I CITES. Beberapa pemanfaatan ilegal dari penyu yang berhasil didata dan ditindaklanjuti oleh BPSPL Makassar sebagai berikut:
No |
Tanggal |
Kejadian |
Lokasi |
Tindak Lanjut |
1 |
9 Oktober 2015 dan 16 Oktober 2015 |
Pemanfaatan penyu secara ilegal untuk atraksi wisata di Rumah makan terapung milik bapak Halim dan Bapak Salamuddin |
Desa Bira, Kecamatan Bonto Bahari, Kabupaten Bulukumba |
Telah dilakukan pembinaan kepada kedua pelaku dan pelepasliaran ke laut 28 ekor penyu hijau oleh Direktur KKHL, BPSPL Makassar, PSDKP, LIPI, WWF dan DKP Bulukumba
|
2 |
24 April 2016 |
Hasil sitaan yang dilaksanakan oleh satker PSDKP Kendari dan PSDKP Luwuk Banggai dengan bantuan Polairud Polda Sulawesi Tenggara |
Desa Padei Laut Kec.Menui Kepulauan, Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah |
Telah dilakukan pelepasliaran bersama-sama dengan BPSPL Makassar, PSDKP, BKSDA Sultra, DKP Prov.Sultra, DKP Kota Kendari, SKIPM Kendari
|
3 |
22 September 2016 |
Operasi Tangkap tangan 20 ekor penyu hijau (Chelonia mydas) |
Kabupaten Morowali, Sulawesi tengah |
Telah dilakuakn penyitaan oleh DKP dan PSDKP Morowali serta melakukan pembinaan kepada pelaku . Penyu dirilis pada tanggal 22 November 2019 di Desa Puungkoilu Kec. Bungku Tengah Kab. Morowali.
|
4 |
2 Maret 2017 |
Postingan di facebook a.n Ruus : pemanfaatan penyu untuk dikonsumsi |
Kabupaten Morowali, Sulawesi tengah |
BPSPL telah berkoordinasi dengan PSDKP & DKP, mensosialisasikan jenis-jenis biota yang dilindungi, memberikan peringatan kepada yang bersangkutan dan telah membuat surat pernyataan untuk tidak mengulangi kembali perbuatannya.
|
5 |
3 Maret 2017 |
Postingan di facebook : pemanfaatan penyu untuk dikonsumsi a.n akun Erni Comel. |
Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah |
BPSPL telah berkoordinasi dengan PSDKP & DKP, mensosialisasikan jenis-jenis biota yang dilindungi, memberikan peringatan kepada yang bersangkutan dan telah membuat surat pernyataan untuk tidak mengulangi kembali perbuatannya
|
6 |
8 Maret 2017 |
Postingan foto melalui facebook terkait pemanfaatan daging penyu |
Kepulauan Morowali, Sulawesi Tengah |
Facebook ditindaklanjuti Oleh BPSPL Makassar melalui whatsapp untuk menindaklanjuti kasus tersebut kepada Satker Palu BPSPL Makassar |
7 |
9 Maret 2017 |
Postingan di facebook : pemanfaatan penyu untuk dikonsumsi a.n akun Sri Susdianti |
Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara |
Koordinasi dengan PSDKP & DKP, mensosialisasikan jenis-jenis biota yang dilindungi, memberikan peringatan kepada yang bersangkutan dan telah membuat surat pernyataan untuk tidak mengulangi kembali perbuatannya
|
8 |
24 Maret 2017 |
Informasi dari Yusri (Polman) : Penjualan telur penyu di Pasar Wonomulyo |
Kabupaten Polman, Sulawesi Barat |
Akan dilakukan sosialisasi tentang perlindungan penyu. |
9 |
3Agustus 2017 |
Informasi dari Yusri (Polman) : Penjualan aksesoris dari bahan cangkang penyu sisik pada acara PIFAF Polman |
Kabupaten Polman, Sulawesi Barat |
Telah ditindaklanjuti oleh PSDKP setempat dan dilakukan sosialisasi tentang perlindungan penyu |
10 |
30 Januari 2018 |
Penjualan asesoris dari kulit penyu di facebook, grup Makassar |
Kota Makassar |
Telah ditindaklanjuti dan dilaporkan ke atasan |
11 |
13 Februari 2018 |
Pemanfaatan cangkang penyu sisik sebagai aksesoris/perhiasan |
Makassar, Sulawesi selatan |
Telah dilakukan pembinaan kepada pelaku karena belum mengetahui kalo penyu dan bagian-bagiannya dilindungi. Penyitaan berupa 7 buah gelang dan 2 buah cincin yang terbuat dari sisik penyu.
|
12 |
13 September 2018 |
Postingan di facebook oleh Svelatna Elkina terkait adanya penjualan aksesoris terbuat dari sisik penyu di toko souvenir di dalam bandara yang kemudian diteruskan oleh relasinya ke WA pengaduan BPSPL Makassar |
Makassar, Sulawesi Selatan |
Telah dilakukan tindak lanjut oleh BPSPL Makassar dan PSDKP dengan melalukan peninjauan langsung ke bandarra dan melakukan pembinaan kepada penjual sekaligus sosialisasi terkait jenis biota dilindungi kepada penjual dan pihak pengelola bandara
|
(Sumber : Data BPSPL Makassar, 2018)
G. ISU
Dari berbagai informasi yang ada, tampaknya bahwa terdapat penurunan populasi penyu di wilayah Indonesia termasuk di wilayah Sulawesi meskipun sulit dibuktikan secara kuantitatif namun informasi dari masyarakat bahwa memang saat ini semakin sulit menjumpai jenis penyu di pantai-pantai peneluran di wilayah Sulawesi.
Meskipun regulasi perlindungan penyu telah ada, namun kelestarian populasi penyu dan habitatnya masih tetap terancam karena beberapa faktor diantaranya :
- Penangkapan yang tidak disengaja atau penyu ditangkap sebagai by-catch pada penangkapan ikan diantaranya rawai/longline, jaring insang/gillnet dan pukat/trawl
- Perdagangan dan penyelundupan telur penyu. Pengambilan telur penyu hampir terjadi di semua pantai peneluran yang tidak terjaga dengan baik
- Penangkapan penyu untuk diperdagangkan. Penangkapan penyu secara ilegal/sengaja untuk tujuan perdagangan masih terus berlangsung yang dilakukan oleh nelayan lokal maupun asing
- Perubahan Iklim Global. Selain aktifitas manusia, ancaman terhadap kelestarian penyu juga disebabkan oleh faktor perubahan iklim, diantaranya peningkatan suhu sarang penyu menyebabkan perubahan komposisi kelamin penyu yang ditetaskan; penaikan muka air laut menyebabkan sarang penyu terendam air laut sehingga menyebabkan kerusakan telur penyu; cuaca ekstrim dan perubahan pola arus dapat menyebabkan kerusakan habitat peneluran dan gejala pengasaman laut akan berpengaruh terhadap rantai makanan di laut.
- Hilangnya pantai peneluran oleh kenaikan muka laut telah dikaji antara lain oleh Fish, M.R.et.al., 2005 di Bonaire- Carribean, baker, J.D.et all.,2006 di North Western Hawai dan Asaad, I., 2009 di Crete-Greece
H. TANTANGAN
Tantangan yang harus dihadapi ke depannya adalah :
- Masih lemahnya pengawasan terhadap pemanfaatan biota laut yang dilindungi termasuk penyu, khususnya di wilayah Sulawesi
- Kolaborasi antara instansi pemerintah, LSM/NGO, Masyarakat dalam pengawasan dan pembinaan terhadap pelaku-pelaku pemanfaatan penyu secara ilegal.
- Masalah kebersihan lingkungan juga masih menjadi tantangan ke depan untuk pelestarian penyu, khususnya masalah sampah plastik.
- Dengan luasnya dan tersebarnya pantai-pantai peneluran, maka kesadaran masyarakat untuk ikut berperan aktif dalam upaya perlindungan penyu dan habitat penelurannya sangat diperlukan
- Lokasi pantai peneluran penyu umumnya jauh dari jangkauan teknologi sistem informasi dan telekomunikasi sehingga menyulitkan dalam hal perolehan dan pengumpulan data
I. REKOMENDASI
- Diperlukan pembinaan dan pendampingan untuk kelompok-kelompok masyarakat penggerak konservasi penyu yang ada di wilayah Sulawesi baik melalui pelatihan-pelatihan maupun sarana sosialisasi lainnya
- Diperlukan kemitraan konservasi dengan berbagai pihak dalam rangka mendukung konservasi penyu di wilayah Sulawesi
J. LINK TERKAIT
- Petani Rumput Laut Mamuju Bunuh dan Jual Daging Penyu
https://m.liputan6.com/regional/read/4376707/duh-2-petani-rumput-laut-mamuju-bunuh-dan-jual-daging-penyu -
Polisi Gerebek Tempat Pengelolaan Daging Penyu di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat https://www.youtube.com/watch?v=By0II2SGA9Q&feature=youtu.be