Indonesia   |   English  
Saran Dan Pengaduan

BALAI PENGELOLAAN SD PESISIR & LAUT MAKASSAR
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN RUANG LAUT
×

KKP

Kilas Berita  

Paus


A. DESKRIPSI

 Paus termasuk ordo cetacea.  

Cetacea sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu cetus yang berarti hewan yang besar dan bahasa Yunani yaitu ketos yang berarti hewan air yang besar. Secara umum, Cetacea dibagi menjadi dua sub ordo, yaitu Odontoceti dan Mysticeti. Odontoceti adalah kumpulan dari Cetacea yang memiliki gigi, sedangkan Mysticeti adalah kumpulan Cetacea yang memiliki baleen (rambut di dalam mulut yang berfungsi untuk menyaring makanan). Indonesia memiliki sekitar 35 spesies yang masuk Ordo Cetacea, yaitu 26 spesies masuk Subordo Odontoceti dan 9 spesies masuk Subordo Mysticeti. Adapun klasifikasi ilmiah dari mamalia laut adalah :

Klasifikasi ilmiah :

Kingdom                       : Animalia

Filum                          : Chordata

Kelas                     : Mammalia

Subkelas          : Eutheria

Ordo              : Cetacea

Mamalia laut kebanyakan ditemukan di perairan laut Indonesia bagian timur yang cenderung dalam, seperti Laut Sawu, Laut Arafuru, Laut Sulawesi, Perairan Pulau Komodo, Perairan Raja Ampat dan Laut di Dangkalan Sahul lainnya. Mamalia laut juga ditemukan di Perairan Utara dan Selatan Jawa, Sumatera, dan Kalimantan yang relatif lebih dangkal. Hewan dari Ordo ini tidak sepenuhnya hidup di Laut. Negara kita juga memiliki spesies yang hidup di air tawar, seperti Pesut Mahakam yang mendiami sungai-sungai besar di Kalimantan.

B. MORFOLOGI

Ordo Cetacea adalah mamalia yang memiliki adaptasi terbaik untuk hidup di lingkungan laut. Tungkai depan mereka telah termodifikasi menjadi flipper (sirip dayung), dan tungkai belakangnya  menjadi fluke (sirip ekor horizontal). Hewan dari ordo ini bernafas menggunakan paru-paru, dengan sesekali mereka terlihat naik ke permukaan air untuk melakukan pertukaran udara. Sebagian besar Cetacea juga memiliki blowhole di sekitar dahi mereka untuk mengeluarkan air dari dalam tubuh mereka. Sebagai anggota mammalia, Cetacea adalah mamalia yang hampir tidak memiliki rambut di tubuhnya. Namun untuk tetap menjaga suhu tubuhnya agar tetap stabil, mereka memiliki lapisan lemak yang tebal di balik kulitnya.

Pada umumnya, tubuh spesies Cetacea ramping dan memanjang. Tungkai depan satwa ini disebut sirip samping (flipper). Terdapat sirip di bagian punggung di semua spesies Cetacea, kecuali finless porpoise (Neophocaena phocaenoides), serta right whale dolphin (Lissodelphis borealis). Spesies Cetacea yang memiliki sirip punggung dengan ukuran terbesar adalah paus pembunuh (Orcinus orca), yaitu mencapai setinggi 1.8 meter.

Semua spesies Cetacea memiliki lapisan lemak (blubber) dengan ketebalan maksimal 60 cm, tidak memiliki leher, tidak berdaun telinga, tidak berambut (kecuali bayi dari beberapa spesies), tidak memiliki kelenjar keringat, dan memiliki ekor yang bercagak (fluke) sebagai penggerak. Paus sikat tidak bergigi, tapi memiliki sikat (baleen) yang bentuknya serupa dengan ijuk berwarna variasi cokelat dan hitam. Sikat tersebut berfungsi sebagai penyaring setelah paus meneguk air berisi kumpulan mangsanya.

 

C. REGULASI PERLINDUNGAN

Di Indonesia, semua spesies Cetacea telah dilindungi baik melalui Undang-undang.  Secara global, pemanfaatan dan pengelolaan satwa Cetacea diatur dalam beberapa kebijakan multilateral, di antaranya oleh International Whaling Commission (IWC), International Union for Conservation of the Nature (IUCN), Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), Convention on Biological Diversity (CBD), dan Convention on Migratory Species (CMS). 

Berdasarkan kategori IUCN, hanya tiga jenis paus sikat (baleen whale) yang termasuk ke dalam kategori “genting” (Endangered); tiga jenis paus bergigi (toothed whale) termasuk kategori “rentan” (Vulnerable); dan satu jenis lumba-lumba termasuk kategori “terancam” (Near Threatened). Semua spesies paus sikat dan beberapa spesies paus bergigi termasuk ke dalam Apendiks I CITES. Artinya, pemanfaatan bagian tubuh manapun dari semua satwa tersebut adalah dilarang.

Regulasi pemerintah Republik Indonesia dalam melindungi sumberdaya mamalia laut telah dituangkan dalam Undang-Undang (UU) dan Peraturan Pemerintah (PP), diantaranya: 

  • Undang-Undang RI No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya; 
  • Undang-Undang RI No. 31 tahun 2004 jo Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan
  • PP No. 68 tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam;
  • Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang: Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. 

Peraturan perundang-undangan di Indonesia telah mengatur tentang perlindungan terhadap mamalia laut dan habitatnya. Namun, status perlindungan yang diberikan ini belum terdefinisi dengan baik dan secara spesifik. Perlindungan yang diberikan masih terbatas pada kawasan konservasi maupun kawasan Taman Nasional dalam batas ruang (spasial). Mamalia laut sebagai satwa bermigrasi (highly migratory species) tidak hanya berada pada ruang dan waktu tertentu saja. Keberadaannya di suatu kawasan perairan sangat tergantung pada musim, ketersediaan makanan dan kondisi perairan.

D. AKSI PERLINDUNGAN

Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menyiapkan peta jalan (roadmap) pengelolaan mamalia laut dalam suatu dokumen Rencana Aksi Nasional (RAN) Pengelolaan Mamalia Laut tahun 2018 – 2022.  Cakupan rencana aksi ini meliputi semua upaya pengelolaan (perlindungan dan pelestarian) yang menjadi acuan bagi pemangku kepentingan untuk berpartisipasi secara berkesinambungan.

 Kegiatan perlindungan dan pelestarian terhadap mamalia laut antara lain dengan menyiapkan quick response (respon cepat) terhadap mamalia laut yang terdampar. Dengan adanya penanganan mamalia laut terdampar ini diharapkan dapat meminimalkan kematian mamalia laut akibat terdampar, mengetahui penyebab mamalia laut terdampar, dan mencegah penyebaran penyakit akibat mamalia yang mati. Selain melakukan penanganan langsung dilapangan, Kementerian Kelautan dan Perikanan juga melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang perlindungan terhadap mamalia laut dan bagaimana penanganan terhadap mamalia terdampar agar masyarakat tahu bahwa mamalia laut dilindungi sehingga masyarakat tidak melakukan penangkapan terhadap mamalia laut.

Kejadian pendamparan paus ini dapat terjawab dengan memiliki pengetahuan terhadap biota laut yang terdampar. Pengetahuan terhadap spesies yang terdampar akan membantu dalam memberikan penanganan yang tepat.  Dalam kondisi terdampar, sebagian kecil dari biota laut tersebut masih dalam kondisi hidup dan berpeluang dapat diselamatkan.  Secara teknis, penyelamatan biota laut terdampar memiliki beberapa aspek yaitu bagaimana mengupayakan agar biota laut yang terdampar dalam kondisi hidup dapat dikembalikan ke perairan dalam kondisi hidup, kemudian bagaimana meminimalkan dampak penyebaran penyakit yang diakibatkan oleh bakteri yang terdapat pada bangkai biota laut terdampar.

E. MONITORING

Di tahun 2010-2018 KKP dalam hal ini BPSPL Makassar telah mendata kejadian mamalia laut (Cetacean) terdampar sebanyak 36 kali kasus. Dari 36 kasus terdampar tersebut terdapat 27 kali kasus paus terdampar dengan 30 individu yang terdampar dan 9 kali kasus lumba-lumba terdampar dengan 14 individu yang terdampar. Dari proses penanganan mamalia laut yang dilakukan sebanyak 22 individu berhasil diselamatkan dan dilepasliarkan ke laut diantaranya 12 individu paus dan 10 individu lumba-lumba.

Dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2019, kasus mamalia laut terdampar paling banyak terjadi di Provinsi Sulawesi Utara dengan 17 kali kasus mamalia laut terdampar diikuti dengan Provinsi Sulawesi Selatan dengan 7 kali kasus mamalia laut terdampar, Sulawesi Tengah dengan 6 kali kasus mamalia laut terdampar, Sulawesi Tenggara dengan 4 kali kasus mamalia laut terdampar, dan terakhir Sulawesi Barat dengan 2 kali kasus mamalia laut terdampar. Untuk kasus mamalia laut terdampar ini terjadi paling sering pada tahun 2017 dan 2018 sebanyak masing-masing 10 kali kasus mamalia laut terdampar.  .Pada tahun 2016 terjadi 5 kali kasus mamalia laut terdampar, tahun 2014 dan 2015 masing-masing terjadi 4 kali kasus mamalia laut terdampar, dan pada tahun 2010 terjadi 3 kali kasus mamalia laut terdampar.

 

F. BERITA TERKAIT

https://www.antaranews.com/berita/233164/warga-selamatkan-lumba-lumba-terdampar

https://manado.antaranews.com/foto/35091/ikan-paus-terdampar

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20161006162050-20-163770/hiu-paus-kembali-muncul-di-perairan-gorontalo

https://news.detik.com/berita/d-3864750/nelayan-di-tolitoli-selamatkan-dugong-yang-sempat-terdampar

 

 

 

G. REFERENSI

WWF. 2014. Menyelamatkan Paus dan Lumba-lumba dari Kebisingan di Laut.  https://www.wwf.or.id/berita_fakta/?31582/menyelamatkan-paus-dan-lumba-lumba-dari-kebisingan-di-laut. Tanggal 1 Oktober 2019.

 

H. LINK TERKAIT