Jakarta (20/3) - BKKPN Kupang mengikuti kegiatan workshop “Coastal ecosystem resilience under fluctuating tourism: mapping seagrass patterns and sea turtles with citizen science and machine learning” yang diselenggarakan atas kerja sama Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM), bersama dengan Pusat Riset Oseanografi-Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRO BRIN), dan Wageningen University. Kegiatan ini merupakan tindaklanjut dari kerja sama penelitian antara Fakultas Geografi UGM, PRO-BRIN dan Wageningen University melalui pendanaan NWO-WOTRO ‘Impact and Innovation Grant”. Workshop ini membahas tentang penelitian pemetaan ketahanan lamun terkini dan meletakkan dasar bagi penelitian, pemantauan, dan rencana restorasi yang memuat status terkini dan rekomendasi pengelolaan lamun di Indonesia. Pembukaan kegiatan workshop diwakili oleh Bapak Bayu Prayudha dari PRO BRIN, yang menyampaikan lamun adalah ekosistem penting yang menyediakan berbagai jasa kelautan, akan tetapi ekosistem ini mengalami tekanan akibat aktivitas manusia, oleh karena itu keberadaan kita dalam workshop ini adalah untuk membangun pengetahuan dan strategi, bagaimana mengatasi dan melindungi serta menjamin lamun tetap bertahan untuk menyediakan jasa sebagai ekosistem pendukung, penyedia asuhan, mencari makan, serta menyediakan sirkulasi nutrient. Harapan workshop saat ini lebih productive dan aktif. Selanjutnya penyampaian presentase berjudul Towards a National Seagrass Map of Indonesia dibawakan oleh Pramaditya Wicaksono (Fak Geografi UGM). Presentasi meliputi latar belakang, pembelajaran, jurnal ilmiah, analisis stakeholder, kerangka kerja, jangka waktu pelaksanaan dari pelaksanaan riset yang dilaksanakan melalui Kerjasama dari UGM dan mitranya. Dengan latar belakang belum tersedianya pemetaan lamun secara nasional yang dapat diterapkan oleh institusi walau tujuan pelaksanaannya sama akan tetapi metode maupun pendekatannya berbeda. Saat ini panduan yang digunakan didasarkan pada LIPI dan BIG. Pemetaan lamun menjadi prioritas untuk menunjukkan persentase tutupan, biomassa, LAI, AGC san CS. Kebutuhan pemetaan sebagai bagian dari kerangka kerja nasional. Pemetaan melalui pembelajaran Seychelles, yaitu metode teknologi yang menggunakan Satellite Imagery berdasarkan time serries data dan dukungan informasi seperti kedalaman, bathymetri, slope / lereng, kemiringan dasar laut, gelombang dan cahaya. Selanjutnya melalui tahapan proses data, validasi data dan output data. Sedang untuk pemetaan per wilayah, sebagian dengan metode Robust permodelan, yang didasarkan pada potensi kemiripan karakteristik lamun melalui pola penyebaran spasial, kondisi lingkungan yang dimiliki dilihat dari turbiditas, iklim, oseanografi, kondisi musim dan sebagainya. Jangka waktu dari aktivitas kerjasama seperti koordinasi, kurang lebih 2 tahun dengan wilayah pemetaan yang ditentukan, termasuk berkolaborasi dengan ilmuwan peneliti melalui penentuan spot lamun, penggunaan sea snap (suatu alat yang dibentuk dari besi tahan korosi dengan bentuknya seperti tempat kamera yang memiliki barcode) dan selanjutnya bersama dengan masyrakat lokal dengan pendekatan edukasi. Kegiatan lainnya dengan capacity building dengan melakukan metode survey sesuai standar penelitian, metode fotografi kuadran, dan survey hasil data drone. Dukungan kegiatan lainnya dengan membangun network program bersama KKP, NGO dan lembaga internasional. Presentasi oleh Marjolijn Christianen (dari Wageningen University) dengan topik : Drivers of seagrass change and how animals and citizen science (SEASNAP) can help to map seagrass change. Dalam presentasenya diperkenalkan proyek NOW Coastal Sentinel yang dilaksanakan pada tahun 2021 – 2023. Dimana pada 2021 dikhususkan pada mengamati penyebab patchimess (sebaran jenis lamun), aktivitas makanan penyu, dan pola gelombang. Tahun 2023 kegiatan untuk melihat perubahan tutupan lamun dan sebaran jenisnya, didasarkan sebagai petunjuk indikator dari kerentanan (resilience) lamun, dengan tools pembelajaran algoritma untuk mendeteksi sebaran lamun serta aktivitas penyu, termasuk pemetaan dampak dari peningkatan wisata. Proyek sentinels ini berkolaborasi dengan ahli ekologi Belanda dan ahli komputerisasi dalam remote sensing dari Indonesia. Selain itu juga dilakukan monitoring atau pendekatan wisata dengan Sea Snap yang dipajang di Jetty ataupun dermaga sekitar padang lamun. Presentasi dari Rebecca James (Université libre de Bruxelles, WU) dengan topik : Using deep learning and imagery to identify ecosystem resilience indicators from temporal and spatial patterns of plants and herbivores, menyampaikan tentang kerentanan lamun dan penyebaran jenis. Benjamin Jones (Project Seagrass) dengan topik: Mapping human pressures with citizen science across Indonesia reveals local opportunities for seagrass conservation, showcasing seagrass spotter app data, menympaikan tentang tantangan terhadap ekosistem lamun dan dampaknya serta peluang konservasi terhadap eksositem lamun. Grup diskusi dibagi 3 kelompok yang membahas 3 (tiga) topik, terdiri atas: (1) Seagrass mapping and citizen science, yaitu pentingnya pemetaan untuk mengukur MPA, Ecosystem Services dan Sea grass sebagai penghasil Carbon untuk Ecosystem Services (Jasa lingkungan dari ekosistem lamun), menjadi tantangan bagi kelompok imuwan/ peneliti; (2) Government commitment to mapping and management, diskusi pada komitmen pemerintah dankeberlanjutan pengelolaan ekosistem; serta (3) Research drivers of change in seagrass, yaitu dengan meninjau lagi ancaman terhadap eksosistem lamun, gap penelitian pemberlakuan monitoring, dan lainnya.
Komitmen yang dicapai dengan melihat penting pemetaan dan pengelolaan terhadap ekosistem lamun. Dasar dari pemetaan difokuskan pada Perpres No 23 tahun 2021 tentang Kebijakan satu data, SNI 8843-1 tahun 2019, selanjutnya untuk pengelolaan dengan melihat lagi pada aturan ATR BPN, UU Cipta Kerja, Target Konservasi dari MPA, dan Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan.
Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional Kupang 20 Maret 2023 Dilihat : 103