Pendekatan Ekologis pada Perizinan Berusaha di Ruang Laut

Kamis, 24 Maret 2022 | 00:00:00 WIB


Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, yang luas perairannya mencapai 6,4 juta kilometer persegi atau sekitar 77 persen dari luas seluruh wilayah Indonesia (8,3 juta kilometer persegi), maka perairan Indonesia harus dijaga agar dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup273,5 juta jiwa rakyat Indonesiamelalui berbagai aktivitas, diantaranya pangan, transportasi, energi, dan air bersih.

 

Pemanfaatan ruang laut Indonesia harus sesuai dengan peruntukannya, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Laut. Adapun perizinan memanfaatkan ruang laut diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perijinan Berusaha Berbasis Resiko. Pelaku usaha wajib memenuhi persyaratan dasar perizinan berusaha, dan/atau perizinan berusaha berbasis resiko.

 

Persyaratan dasar perizinan berusaha meliputi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut (KKPRL), berupa PKKPRL (persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut) yang dimohonkan pelaku usaha, dan KKRL (kesesuaian kegiatan ruang laut) yang dimohonkan pemerintah atau fasilitasi perizinan bagi masyarakat adat/lokal dan tradisional.Adapun persyaratan dasar lainnya, meliputi persetujuan lingkungan, bangunan dan gedung, serta sertifikat laik fungsi.

 

Berdasarkan data pelayanan perizinan berusaha berbasis resiko di ruang laut sampai akhir 2021, terdapat 148 perizinan berusaha yang telah disetujui dari 478 permohonan berbagai sektor pemerintahan, BUMN dan pelaku usaha. Izin usaha itu menghasilkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) mencapai Rp 23 miliar.

 

 

Perizinan tersebut terdiri dari 12 penetapan lokasi yang sebagian mendukung proyek strategis nasional (PSN), dan 21 izin lokasi yang diberikan pada pelaku usaha. Kedua perizinan ini masih mengacu pada UU Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Selanjutnya, terdapat 35 pelayanan perizinan berupa konfirmasi kesesuaian kegiatan ruang laut (KKRL), dan 80 persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut (PKKPRL), yang mengacu pada UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.

 

Berdasarkan nilai PNBP yang diperoleh, menunjukkan sektor pertambangan dan energi memberikan sumbangan terbesar (Rp 9,4 miliar), pengembangan pelabuhan (Rp 5,8 miliar, pemasangan kabel/pipa bawah laut (Rp 1,7 miliar), dan lain-lain seperti air laut selain energi (ALSE)  mencapai (Rp 4,8 miliar).  Sedangkan kontribusi PNBP paling kecil bersumber darisektor perikanan (1,6 miliar rupiah), dan wisata bahari baru mencapai (Rp 385 juta).

 

Kontribusi penerimaan negara bukan pajak diatas,relatif masih sangat kecil jika dibandingkan dengan luas dan potensi laut Indonesia yang sangat kaya dengan sumber daya hayati dan non hayati.

 

Pendekatan Ekologi

 

Potensi penerimaan negara melalui pelayananan perizinan berusaha berbasis resiko  kedepannya akan sangat signifikan dan massif. Hingga akhir 2021 nilai penerimaan sektor pertambangan dan energi mendominasi pemanfaatan ruang laut. Aktivitas eksplorasi dan eksploitasi ruang laut hingga dasar perairan pada area yang luas, berpotensi menurunkan kesehatan laut.

 

Karena itu, pendekatan ekologi menjadi prioritas dalam pemanfaatan ruang laut, yang diimplementasikan melalui penyusunan daya tampung dan daya dukung, penetapan penangkapan terbatas di kawasan konservasi, pemanfaatan zona inti berdasarkan hasil tim penelitian terpadu, serta melakukan pengawasan yang kuat dan tegas.

 

Penyusunan daya tampung dan daya dukung, artinya kegiatan pemanfaatan ruang laut merujuk pada tata ruang laut  hingga dasar perairan, meliputi pola ruang dan data-data spasial berupa ukuran, luasan, volume dan neraca sumber daya laut, serta sesuai  peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

Sejalan dengan itu, pemanfaatan kawasan konservasi seluas 28,4 juta hektar yang beririsan dengan wilayah penangkapan ikan negara republik Indonesia (WPPNRI), dipertimbangkan sebagai kawasan penangkapan terbatas atau tidak boleh melakukan penangkapan ikan, karena kawasan tersebut merupakan tempat ikan untuk kawin, berkembang biak, dan tumbuh dewasa.

 

Apabila pemanfaatan ruang laut di kawasan konservasi beririsan dengan zona inti,  maka kegiatan tersebut harus merupakan proyek strategis nasional (PSN), yang diikuti kajian tim penelitian terpadu untuk memastikan pemanfaatan zona inti di kawasan konservasi maksimal 10 persen dari luas kawasan, dan wajib menyediakan pengganti zona inti dengan luasan yang sama.

 

Pengawasan berupa pemberian sanksi pidana dan sanksi administratif, termasuk pengenaan atau pencabutan izin terhadap setiap kegiatan pemanfaatan ruang laut yang dilanggar, mendorong ketaatan pelaksanaan perizinan berusaha. Penindakan aparat Ditjen PSDKP terhadap pelaku usaha kapal penambangan pasir di perairan Pulau Rupat, Provinsi Riau pada Februari 2022, karena tidak memiliki perizinan persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut (PKKPRL).

 

KKP meyakini, apabila pelayanan perizinan berusaha di ruang laut mengedepankan pendekatan ekologi, disertai dukungan pengawasan aparat yang kuat,akan menjaga laut tetap sehat, serta mendorong pertumbuhan ekonomi dan penerimaan negara.

 

Artikel ditulis oleh Rido Miduk Sugandi Batubara, Ahli Madya Pengelola Ekosistem Laut dan Pesisir (PELP), Ditjen Pengelolaan Ruang Laut, Kementrian Kelautan dan Perikanan(*).

Sumber:

KKP WEB Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan Dan Ruang Laut

Logo Logo
Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut
Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Gedung Mina Bahari III Lt. 11, Jl. Medan Merdeka Timur No. 16 Jakarta Pusat DKI Jakarta email : humas.prl@kkp.go.id

Media Sosial

PENGUNJUNG

143659

© Copyright 2024, Kementerian Kelautan dan Perikanan RI