Mengapa Laut di Indonesia Tidak Bisa di Sertifikasikan Hak Kepemilikannya?
Kamis, 23 Januari 2025
Undangan-Undang 45 Pasal 33 Ayat (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
Indonesia telah meratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985, beberapa prinsip yang digunakan sebagai acuan:
1. Commond Heritage of Mankind (Warisan Bersama Umat manusia), sumberdaya dianggap sebagai warisan bersama umat manusia dan harus dikelola untuk kepentingan bersama negara.
2. Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), didalam ZEE yang mencapai 200 mil dari garis dasar, Indonesia memiliki hak berdaulat untuk mengeksploitasi, mengelola, dan konservasi sumber daya laut, namun bukan berarti sumber daya ini bisa disertifikatkan sebagai milik pribadi dalam artian hak milik absolut seperti daratan.
3. Pengelolaan dan Manfaat, UNCLOS menekankan pentingnya pengelolaan sumber daya laut untuk kepentingan bersama, termasuk konservasi dan pengelolaan yang berkelanjutan. Sertifikasi hak milik seperti yang berlaku di daratan tidak sesuai dengan prinsip ini dan meniadakan konsep "common property" atau sumber daya bersama.
Dengan adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, sebagaimana dimaksud dalam pasal-pasal 16, 17, 18, 19, dan 20 merubah Hak Pemanfaatan Perairan Pesisir (HP3) menjadi Izin Pengelolaan, sehingga tidak dimungkinkan penguasaan perairan dalam bentuk sertifikat kepemilikan.
Perubahan status tanah darat menjadi lautan atau perairan, dalam konteks hukum di Indonesia diatur dalam regulasi:
1. Undang-Undang 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Dalam Pasal 1 disebutkan bahwa Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah tempat manusia dan mahkluk lain hidup, melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidup. Jika ada perubahan fungsi atau peruntukannya dapat mempengaruhi status kepemilikan tanah.
2. Peraturan Pemerintah Nomor18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah. Dalam Pasal 66 Ayat (1) Dalam hal terdapat bidang tanah yang sudah tidak dapat diidentifikasi lagi karena sudah berubah dari bentuk asalnya karena peristiwa alam sehingga tidak dapat difungsikan, digunakan dan dimanfaatkan sebagaimana mestinya dinyatakan sebagai Tanah Musnah dan Hak Pengelolaan dan/atau Hak Atas Tanah dinyatakan hapus.
3. Permen Menteri Argraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 2021 tentang tata Cara Penetapan Hak Pengelolaan dan Hak Atas Tanah. Pasal-pasal didalamnya mengatur tentang pembatalan sertifikat tanah karena berbagai alasan, termasuk perubahan kondisi fisik tanah yang signifikan.
Kntributor: Andry I Sukmoputro (Ahli Madya APJK)
IAPKRL
JL. Medan Merdeka Timur No.16 Jakarta Pusat
Telp. (021) 3519070 EXT. 7433 – Fax. (021) 3864293
Email: humas.kkp@kkp.go.id
Call Center KKP: 141