Dugong, Sering disebut Duyung. Benarkah?

Senin, 2 November 2020 | 00:00:00 WIB


Dasar

Dugong dalam bahasa ilmiah disebut dengan Dugong dugon  merupakan salah satu dari 35 jenis mamalia laut di Indonesia. Dugong merupakan satwa ordo Sirenia yang area tempat tinggalnya tidak terbatas pada perairan pesisir.  Secara umum, dugong adalah herbivora dengan memakan lamun. Namun saat ini habitat lamun semakin berkurang, berdasarkan data hanya 5% yang tergolong sehat, 80% kurang sehat, dan 15% tidak sehat  dari 1,507 km2 luas padang Lamun  (LIPI, 2017).

 

Ciri-Ciri

  • Berumur panjang, bisa hidup sampai 70 tahun
  • Berukuran besar: Panjang tubuhnya bisa mencapai 3 meter dengan berat 450 kg
  • Merupakan satu - satunya mamalia laut pemakan lamun, dan turut menyeimbangkan ekosistem lamun
  • Dapat ditemukan di sepanjang cekungan Samudra Hindia dan Pasifik
  • Mampu menahan napas di dalam air sampai 12 menit, sambil mencari makan dan berenang.

 

Mengapa Penting

Dugong dilindungi oleh Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Pemerintah no. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan & Satwa. Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Dugong dikategorikan sebagai biota perairan yang dilindungi. Hal ini dikarenakan Dugong termasuk mamalia laut yang populasinya terus menurun dan terancam punah. Walaupun Dugong sudah ditetapkan sebagai biota yang dilindungi di Indonesia, namun populasi Dugong secara nasional diindikasikan terus mengalami penurunan dan apabila tidak dilakukan langkah-langkah penanganan maka dikhawatirkan Dugong dapat mengalami kepunahan di Indonesia (Direktorat KKJI, 2014).

 

Ancaman

Pergerakan dugong yang lambat menyebabkannya mudah terjerat jaring nelayan. Berbeda dengan lumba-lumba, dugong cenderung menghindari pertemuan dengan manusia.

Ancaman terhadap Dugong bervariasi antara populasi yang berbeda seperti yang dirinci dalam Marsh et al. (2011) dan Hines dkk. (2012). Ancaman utama meliputi:

  1. Penangkapan yang tidak disengaja pada alat tangkap (misalnya jaring insang), jaring ikan hiu untuk perlindungan bather, penangkapan IUU terutama jika daging dijual kemudian untuk pengkajian cepat terperinci berdasarkan kuesioner untuk memberikan informasi tentang hotpots konservasi untuk Dugong di 18 negara di empat wilayah geografis: Pasifik, Asia Tenggara, Asia Selatan dan Afrika Timur, dengan 6.153 responden)
  2. Berburu: legal (yaitu sanksi budaya) dan ilegal
  3. Perahu pemogokan dan aktivitas berperahu (mis., Polusi akustik)
  4. Kerusakan / modifikasi / hilangnya habitat yang disebabkan oleh pemukiman manusia di pesisir pantai, pelayaran, perikanan penghancur trawl, proses alami (misalnya siklon dan tsunami)
  5. Ancaman terhadap padang lamun (termasuk pembuangan limbah yang tidak diobati, pengerukan dan reklamasi pesisir, trawl darat komersial, polusi pertanian)
  6. Polusi kimia (misalnya tumpahan minyak dan muatan logam berat)
  7. Perubahan iklim (kejadian cuaca ekstrem dan suhu tinggi)

Air mata Dugong masih dianggap sebagai bahan ritual klenik, padahal cairan tersebut hanya lendir pelembab mata Dugong yang keluar dari kelenjar air matanya ketika Dugong sedang tidak berada di dalam air. Sayangnya, penangkapan Dugong oleh masyarakat masih sering terjadi sampai dengan saat ini di beberapa tempat akibat kurangnya kesadartahuan masyarakat bahwa Dugong termasuk satwa liar yang dilindungi oleh Pemerintah.

 

Disebut Duyung

Banyak cerita dan informasi yang timbul di masyarakat bahwa Dugong jika berenan terlihat seperti seseorang manusia yang sedang berenang. Dan pada malam hari dikatakan akan terlihat seperti seorang perempuan yang sedang berenang dengan gerakan ekornya yang naik turun. (LPSPL Serang)

Sumber:

KKP WEB Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan Dan Ruang Laut

Logo Logo
Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut
Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Gedung Mina Bahari III Lt. 11, Jl. Medan Merdeka Timur No. 16 Jakarta Pusat DKI Jakarta email : humas.prl@kkp.go.id

Media Sosial

PENGUNJUNG

143779

© Copyright 2024, Kementerian Kelautan dan Perikanan RI