Target produksi perikanan budidaya ditetapkan terus meningkat setiap tahunnya. Hingga tahun 2019, produksi perikanan budidaya diharapkan mampu mencapai 31,3 juta ton. Untuk memastikan keberhasilan pencapaian target tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) terus memperkuat 3 (tiga) faktor penentu keberhasilan usaha perikanan budidaya, yaitu: (1) jaminan ketersediaan induk dan benih unggul; (2) penerapan biosecurity yang ketat, Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB), Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB), dan monitoring residu serta kesehatan ikan; dan (3) jaminan mutu kualitas air dan lingkungan sekitar usaha budidaya.
Khusus jaminan ketersediaan induk dan benih unggul, dalam berbagai kesempatan, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto menyampaikan bahwa DJPB tahun 2017 menargetkan produksi benih ikan baik laut, payau maupun tawar sebanyak 155 milyar ekor. Benih ikan sebanyak itu guna mendukung target produksi ikan tahun 2017 sebesar 9,4 juta ton dari total target produksi perikanan budidaya 22,79 juta ton (termasuk didalmnya rumput laut).
Untuk itu, KKP terus berupaya agar target ketersediaan benih ikan dapat terpenuhi baik secara kuantitas maupun kualitas. Salah satu upaya strategis yang dilakukan KKP untuk mewujudkan hal tersebut, yaitu mendorong usaha perbenihan menuju skala industri. Karena, penyediaan induk dan benih ikan unggul pada tahapan usaha pembenihan dalam sistem usaha perikanan budidaya menjadi tulang punggung dan salah satu faktor penentu keberhasilan. Slamet mengungkapkan hal tersebut saat membuka secara resmi acara Workshop Perbenihan Ikan Nasional (WPIN) 2017 yang diselenggarakan oleh Tcomm dan Majalah TROBOS Aqua bekerjasama dengan DJPB di Bogor pada awal bulan ini.
“Benih merupakan kebutuhan utama dalam suatu usaha perikanan budidaya. Benih yang diperlukan saat ini dan kedepan adalah benih bermutu yang dihasilkan oleh induk unggul, dikelola oleh instalasi pembenihan yang berkompeten dan terakreditasi” tegasnya.
Slamet juga menyampaikan bahwa ”Transformasi Perbenihan dan Ketangguhan Benih Ikan Nasional” yang diambil menjadi tema workshop ini, harus dapat menjadi titik tolak untuk menghasilkan suatu industri perbenihan yang memperhatikan lingkungan. Baik lingkungan usaha budidaya maupun lingkungan sekitarnya.
“Sinergitas, kerjasama dan kemitraan yang intens dan saling menguntungkan dari hulu sampai hilir sangat diperlukan untuk membangun suatu industri perbenihan. Bahkan dapat menjadi cikal bakal dari suatu industri perikanan budidaya,” kata Slamet.
Sebelumnya, pada pertemuan Symposium on Disease in Asian Aquaculture ke-10 (DAA10) yang belum lama ini diselenggarakan di Bali terungkap bahwa menjaga dan menggunakan induk unggul yang bebas penyakit maka akan berkontribusi menjamin tingkat keberhasilan budidaya hingga 20% lebih tinggi dibanding menggunakan benih biasa. Jaminan keberhasilan usaha akan meningkat sampai 95% apabila lingkungan usaha budidaya terjaga dari limbah.
Melihat kondisi tersebut, lanjut Slamet, dalam industri perbenihan kepastian dan kemandirian dalam hal penyediaan induk unggul dan benih bermutu, harus menjadi tujuan utama. Hal ini bisa diupayakan dengan membangun jejaring bisnis, distribusi induk unggul dan benih bermutu, penyiapan sumber daya manusia (SDM) yang handal, penerapan Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB) atau Standard Operating Procedure(SOP) yang mutakhir, serta penerapan teknologi yang efektif, efisien serta ramah lingkungan seperti Recirculating Aquaculture System (RAS).
“Semua pihak yang terkait dengan perikanan budidaya harus mampu memanfaatkan teknologi yang mengarah kepada peningkatan produktivitas dan kualitas benih. Sehingga mampu memberikan keuntungan baik secara sosial dan ekonomi, serta tetap mengedepankan keberlanjutan dan ramah lingkungan,” ungkap Slamet.
Rekomendasi Workshop Perbenihan Ikan Nasional (WPIN) tahun 2017
Workshop ini dihadiri lebih dari 330 orang. Peserta terdiri dari UPT/UPTD perbenihan berbagai daerah, perwakilan asosiasi perikanan, perusahaan pakan, hatchery, dan berbagai stakeholder lainnya.
Pembicara yang dihadirkan dari dalam dan luar negeri, diantaranya: Ir. Coco Cocarkin, MSc (Direktur Perbenihan KKP), Dr. Agus Oman Sudrajat (ahli Reproduksi Ikan, IPB), Dr George Chamberlin (Kona Bay Marine Resources Hawai), Borge Soraas (Aqua Optima), Dries Agnessen (Blue Genetic), Blue Aqua Singapore, Joe MCcDonald (Varicon Aqua), Eka (PT Booster), Effendi Wong (Ketua Hipilindo), Budhi Wibowo (Ketua AP5I), Ir. Mimid Abdul Hamid, M.Sc (Kepala BBPBL Lampung), dan Budiman, APi, M.Si (Sekertaris Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat).
Pada workshop perbenihan ikan nasional juga dilakukan link and match antara pelaku usaha dan pemerintah dalam hal ini UPT/UPTD. Beberapa rekomendasi workshop disampaikan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan serta stakeholder terkait yaitu
- Membentuk Asosiasi Hulu-Hilir per Komoditas
Saat ini asosiasi perikanan yang ada masih terkotak - kotak dalam bagian per bagian pembenih saja, atau pembudidaya saja, atau olahan saja. Di Eropa telah diterapkan asosiasi yang linier dari hulu ke hilir, misalnya untuk komoditas salmon asosiasi yang ada mulai dari pembenih, pembudidaya pembesaran, hingga pengolahan menjadi satu bagian. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pengembangan komoditas perikanan budidaya secara terintegrasi dari hulu ke hilir. Hal ini tentunya untuk meningkatkan pertumbuhan dan PDB sektor perikanan.
- Berkonsentrasi pada Spesies Tertentu untuk Dikembangkan Secara Terintegrasi
Indonesia memiliki potensi perikanan budidaya yang sangat besar dengan diversifikasi spesies yang banyak. Untuk memperoleh hasil yang optimum harus ditentukan beberapa komoditas/spesies unggulan yang akan dikembangan secara terintegrasi dari hulu ke hilir. Misalnya untuk di air payau: komoditas udang dan bandeng, di air tawar: lele dan patin, di air laut: barammundi/kakap putih dan rumput laut. Komoditas tersebut harus dikembangkan secara menyeluruh dan terkonsep untuk menggenjot produksi dan nilai tambahnya.
- Menghidupkan Kembali Pemuliaan Induk Unggul
Sudah 2 tahun terakhir, anggaran untuk pemuliaan induk unggul ditiadakan. Harapannya pemuliaan genetik dapat dilanjutkan dan dikembangkan dengan perencanaan matang dan didukung anggaran yang besar oleh pemerintah seperti yang dilakukan oleh Norwegia pada ikan salmon. Agar kedepannya ketersediaan induk - induk unggul melimpah dan hatchery dapat memproduksi benih berkualitas tinggi, sehingga pembudidaya dapat bersaing dalam cost produksi dan kualitas.
- Transformasi Teknologi Perbenihan Modern
Saat ini semakin berkembang beberapa teknologi untuk mencetak induk maupun benih unggul yang bebas penyakit. Diantaranya teknologi SNP (single nucleotide polymorphism) untuk mengetahui DNA penciri, dan genome/DNA editing yang dibutuhkan dalam proses pencetakan induk unggul. Selain itu teknologi di tingkat hatchery untuk menciptakan benih unggul yang bebas penyakit juga harus terus ditingkatkan, diantaranya dengan penggunaan RAS (Recirculating Aquaculture System), aplikasi bioreaktor alga, dan lain sebagainya.
- Membangun Broodstock Center Berkelas Dunia
Saat ini kebutuhan induk, terutama udang sebagian besar mash diperoleh dari impor. Kepercayaan pelaku hatchery untuk menggunakan induk lokal masih kecil, sehingga perlu ada upaya lebih untuk pemerintah membangun broodstock center per komoditas yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan stakeholder. Agar kedepannya Indonesia lepas dari ketergantungan induk impor. Pemerintah juga dapat bekerjasama dengan pihak swasta dalam hal ini produsen induk dari Hawai untuk membuat broodstock center kelas dunia, agar tingkat kepercayaan pelaku dalam menggunakan induk produksi lokal meningkat.
- Peningkatan Ketahanan Pangan dari Ikan
Semakin banyaknya pertumbuhan penduduk, tentunya kebutuhan pangan dalam hal ini protein juga terus meningkat. Ikan menjadi salah satu sumber protein yang dapat dijadikan pilihan bagi masyarakat. Karena ikan memiliki tingkat produktivitas yang jauh lebih tinggi dibandingkan ternak atau hewan darat lainnya seperti ayam. Produktivitas produksi untuk ikan lele misalnya dalam satu hektar lahan dapat mencapai 5.000 ton per hektar, sedangkan untuk ternak dan pertanian hanya ratusan ton saja. Selain itu promosi ikan dalam rangka peningkatan konsumsi ikan di masyarakat juga terus dilakukan, agar target konsumsi ikan 50 kg per kapita per tahun dapat dicapai.
- Perlunya Sinergi Peraturan Perundangan
Dalam mendukung pembangunan sektor kelautan dan perikanan terutama dari sisi perbenihan perlu didukung oleh aturan perundangan. Saat ini bergulir aturan Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang memindahkan kewenangan urusan pemerintah daerah provinsi ke tingkat kabupaten/kota. Diharapkan ada sinergitas antar kelembagaan yang mendukung jalannya proses pembangunan perbenihan nasional. Hal ini perlu disuarakan di level pusat dan DPR untuk kembali mengkaji peraturan yang dapat mewadahi semua pihak.
- Swasembada Induk dan Benih Unggul
Kebutuhan benih dan induk terus meningkat setiap tahunnya. Diperkirakan kebutuhan benih saat ini mencapai 115 milyar dan kebutuhan induk sebanyak 20 juta ekor untuk semua komoditas. Untuk itu pemerintah bersama stakeholder lainnya harus bekerjasama bersinergi menghasilkan induk dan benih unggul tersebut. Masing - masing pihak harus mengambil peranan, dengan meningkatkan sarana dan prasarana, teknologi, dan kapasitas produksi.
- Sinergitas Tambak Artemia dan Garam
Kebutuhan artemia sebagai pakan induk dan benih semakin meningkat. Saat ini Indonesia masih mengimpor cyst (telur dorman) artemia, untuk itu perlu dibangun tambak artemia untuk memenuhi kebutuhan biomasa artemia bagi produsen induk dan hatchery dalam negeri. Dalam hal ini Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya sedang menyiapakn pembangunan tambak artemia di NTT, yang nantinya dapat disinergikan dengan produksi garam hasil proses penumbuhan artemia. Kedepan diharapkan adanya sinergitas antara tambak garam untuk memproduksi biomasa artemia di berbagai daerah di Indonesia.
Direktorat jenderal perikanan budidaya 21 November 2017 Dilihat : 5660