Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) terus berupaya untuk membangun sektor kelautan dan perikanan khususnya di bidang perikanan budidaya dengan mengedepankan prinsip–prinsip keberlanjutan, ramah lingkungan dan bebas limbah sebagaimana kebijakan yang sudah digariskan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti.
Untuk mewujudkan keseriusan tersebut, KKP menjalin kerjasama dengan berbagai negara termasuk dengan organisasi pangan dan pertanian dunia atau Food and Agriculture Organization (FAO). Kerjasama KKP-FAO diwujudkan dalam bentuk kegiatan proyek kolaborasi dengan nama TCP INS/3501 Baby-03 tentang kajian “Integrated Economic Zone Development Based on Blue Economy in Lombok Island”.
Sebagai hasil dari kerjasama tersebut, FAO-KKP telah menyerahkan dokumen hasil kajian yang telah rampung dikerjakan kepada Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) pada hari Rabu ,13 September 2017 di Senggigi Kabupaten Lombok Barat.
Sebagaimana diketahui sejak tahun 2015 KKP dan FAO berkolaborasi melakukan kajian meliputi: kajian detail zonasi, carrying capacity, value chain, dan rencana bisnis pengembangan zona ekonomi terintegrasi dalam memperkuat pembangunan perikanan budidaya berbasis blue economy di pulau Lombok provinsi NTB dengan komoditas utama rumput laut dan kerapu. Hasil kajian ini telah dikonsultasikan secara intensif dengan stakeholder melalui serangkaian workshop dan telah berhasil disusun satu dokumen sebagai pedoman implementasi yang komprehensif.
“Blue economy memiliki prinsip-prinsip inovatif dan kreatif, efisien dalam pemanfaatan sumber daya, adanyavalue added, nir limbah (zero waste) sehingga sangat ramah lingkungan dan juga mampu menciptakan lapangan kerja dan kesempatan wirausaha secara berkeadilan” jelas Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto.
Slamet menambahkan bahwa kegiatan ekonomi berbasis blue economy untuk provinsi NTB khususnya pulau Lombok pada tahap awal ini akan difokuskan kepada komoditas rumput laut. Komoditas ini dipilih karena NTB merupakan salah satu provinsi yang menjadikan rumput laut sebagai basis usaha bagi sebagian masyarakat pembudidaya ikan di berbagai pulau di NTB.
"disini tidak hanya mengekspor bahan baku rumput laut atau raw material saja, tetapi juga lebih banyak dimanfaatkan untuk kebutuhan industri khususnya di dalam negeri. Nanti limbahnya digunakan untuk pupuk, pakan ikan, atau pakan ternak, inilah yang dinamakan blue economy dimana seluruhnya termanfaatkan sehingga tidak ada limbah yang mencemari" ujar Slamet.
Sementara itu, sekretaris Jenderal KKP yang diwakili Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi dan Sosial Budidaya, Eko Djalmo Asmadi dalam sambutannya menyampaikan apresiasi atas kerjasama yang telah dilakukan KKP dan FAO. Terlebih saat ini pengembangan blue economy Indonesia telah diterima oleh FAO sebagai bagian dari program pengembangan “Blue Growth”.
“seperti kita ketahui bersama bahwa Indonesia sudah beberapa kali memperkenalkan konsep blue economydi pertemuan tingkat internasional seperti FAO, APEC (Asia-Pacific Economic Cooperation), IORA (Indian Ocean Rim Association), hasilnya konsep blue economy Indonesia mendapatkan respon yang baik dari berbagai negara dan FAO. Dengan demikian kedepannya kita berharap penerapan blue economy di NTB ini dapat berjalan dengan sukses dan dapat digunakan sebagai percontohan secara nasional, regional dan internasional” ungkap Eko.
Ia juga menyampaikan bahwa visi Kabinet Kerja yang tertuang dalam RPJMN 2015-2019 yaitu “TerwujudnyaIndonesia yang Berdaulat, Berdikari, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong” dengan Misi “Mewujudkan Bangsa yang Berdaya Saing dan Mewujudkan Indonesia Menjadi Negara Maritim yang Mandiri, Maju, Kuat, dan Berbasiskan Kepentingan Nasional”.
Implementasi visi dan misi tersebut, difokuskan pada agenda prioritas pembangunan nasional atau Nawa Cita yang terkait dengan bidang ekonomi yaitu: pertama, membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan; kedua, meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional; ketiga mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.
Sebagai salah satu implementasinya, maka KKP terus mendorong segera terbitnya regulasi tentang industri rumput laut untuk memperkuat investasi di bidang industri rumput laut dari hulu hingga hilir termasuk di Provinsi NTB. ”sebagai wujud pelaksanaan Nawa Cita terutama pada prioritas pembangunan bidang ekonomi, KKP bersama-sama dengan sektor terkait sedang menyiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Industri Rumput Laut” ungkap Eko.
Sementara itu, sebagai wujud keseriusannya, Pemerintah Provinsi NTB telah mengintegrasikan kajian zonasi ke dalam Rencana Zonasi Wilayah Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3K) provinsi NTB, sesuai amanat Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, dimana RZWP-3K menjadi kewenangan pemerintah Provinsi.
Sekretaris Daerah Provinsi NTB, Rosiadi Husaen Sayuti menyampaikan bahwa apa yang sudah dilakukan KKP dan FAO ini sesuai dengan salah satu program kerja dalam RPJMD Provinsi NTB tahun 2013-2018 yaitu program “PIJAR”, akronim dari Sapi, Jagung dan Rumput Laut.
“Rumput laut dipilih sebagai salah satu komoditas unggulan mengingat rumput laut merupakan salah satu komoditas yang memiliki peran dalam peningkatan pendapatan masyarakat pesisir, mengurangi angka kemiskinan serta berkontribusi terhadap ekonomi daerah”jelasnya.
Mark Smulders, FAO Representative Indonesia mengamini dan mengapresiasi langkah-langkah KKP dalam mewujudkan pengelolaan sumberdaya yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Ia juga menyampaikan bahwa kajian pengembangan kegiatan budidaya rumput laut berbasis blue economy di Lombok mulai dari kajian zonasi hingga bisnis plan sangat penting sebagai implementasi pengelolaan sumberdaya yang berkelanjutan terlebih Indonesia merupakan produsen rumput laut terbesar kedua setelah China
Rumput Laut komoditas Unggulan Perikanan Budidaya
Di Indonesia, rumput laut merupakan salah satu komoditas utama perikanan budidaya. Produksi rumput laut Indonesia terus meningkat setiap tahunnya dengan kenaikan rata – rata sebesar 22,25% per tahun sedangkan nilai produksi rata-rata naik 11,80% per tahun. Tahun 2013 produksi rumput laut sebanyak 9,31 juta ton senilai Rp. 11,59 trilyun, tahun 2014 naik menjadi 10,07 juta ton senilai Rp. 21,71 trilyun dan pada tahun 2015 mencapai 11,27 juta ton dengan nilai Rp. 13,20 trilyun. Sedangkan pada tahun 2016, produksi naik menjadi 11,69 juta ton (angka sementara.
Ekspor rumput laut Indonesia pun sudah berhasil menyasar berbagai negara. Negara – negara utama pengimpor rumput laut asal Indonesia di antaranya China, Jepang, Amerika Serikat, Denmark, Jerman, Filipina dan Vietnam. Volume ekspor rumput laut tahun 2015 mencapai 211,871 ribu ton senilai US$ 205,32 juta dan pada tahun 2016 sebesar 188,298 ribu ton senilai US$ 161,801 juta (BPS, diolah Ditjen PDS). Meskipun turun, namun volume dan nilai ekspor rumput laut masih menduduki urutan kedua komoditas hasil perikanan budidaya setelah udang.
Slamet menjelaskan bahwa KKP terus mendorong pembudidaya menggunakan bibit rumput laut yang berkualitas seperti hasil kultur jaringan sehingga kegiatan usaha budidaya rumput laut di berbagai daerah semakin baik dengan begitu target 13,39 juta ton tahun 2017 ini dapat terwujud.
Menanggapi target produksi rumput laut KKP tersebut, Sunardi Harjo, Koordinator Asosiasi Pembudidaya Rumput Laut Indonesia (ARLI) untuk provinsi Bali, NTB, dan NTT optimis dapat terwujud. Oleh karena itu penting dilakukan zonasi, misalnya kawasan yang cocok untuk budidaya rumput harus benar – benar diperuntukkan untuk budidaya. Selain itu, untuk mendorong meningkatnya produksi harus diperbaiki juga pengolahan dan tata niaganya.
”berdasarkan data yang ada, rumput laut memiliki posisi yang sangat strategis, sehingga pemerintah melalui KKP akan terus berupaya mendorong berkembangnya budidaya rumput laut melalui berbagai kebijakan dan stimulus seperti penggunaan bibit rumput laut hasil kultur jaringan termasuk penerapan konsep blue economy, dengan begitu kami yakin target produksi yang telah ditetapkan dapat tercapai dan ekspor pun meningkat” tutup Slamet penuh optimis.
Direktorat jenderal perikanan budidaya 20 November 2017 Dilihat : 2343