Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Balai Riset Pemulihan Sumber Daya Ikan (BRPSDI), salah satu Unit Pelaksana Teknis di bawah supervisi Pusat Riset Perikanan, bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada Rabu, 12 Oktober 2022 menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) "Pertemuan Teknis Pembahasan Draft Naskah Akademik Refugia Perikanan Cumi-Cumi (Urotheutis chinensis) di Perairan Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung” di Pangkal Pinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. FGD tersebut diselenggarakan untuk menghasilkan konsep refugia perikanan sebagai solusi strategis yang dapat diadopsi oleh Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung untuk menjaga keberlangsungan komoditas cumi-cumi di Perairan Bangka Belitung.
Perairan Bangka Belitung sendiri memegang peranan penting dalam keberlanjutan sumber daya cumi-cumi karena telah teridentifikasi sebagai habitat pemijahan, peneluran, dan asuhan. Cumi-cumi merupakan salah satu komoditas andalan ekspor Indonesia, dengan pasar utama terbesar adalah China (31,68%), ASEAN (31,47%), dan Uni Eropa (15,55%), serta negara-negara lainnya.
"Kualitas cumi-cumi dari Bangka Belitung termasuk yang terbaik di pasar ekspor. Tiga tahun ke belakang rata-rata ekspor cumi-cumi naik sekitar 14,7% dengan nilai ekspor mencapai USD 330 juta. Namun sebaliknya, dari hasil kajian diketahui terdapat indikasi penurunan populasi cumi-cumi di Perairan Bangka Belitung", ujar Sekretaris Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM), Dr. Kusdiantoro, saat membuka FGD tersebut.
Saat ini, tekanan penangkapan dan perubahan kualitas lingkungan menjadi ancaman utama bagi sumber daya cumi bangka, di mana terdapat pemanfaatan ekosistem pesisir sebagai area penambangan timah. Salah satu solusi yang direkomendasikan untuk menjaga keberlanjutan sumber daya cumi di Perairan Bangka Belitung adalah dengan menerapkan konsep refugia perikanan (fisheries refugia).
Dalam FGD tersebut, peneliti dari BRPSDI KKP, Dr. Amula Nurfiani menjelaskankan bahwa konsep refugia perikanan merupakan upaya pemulihan sumber daya ikan melalui perlindungan habitat, di mana sumber daya tersebut memiliki nilai ekonomis penting, tetapi kondisinya sudah mengalami penurunan produksi. Penetapan perikanan refugia membutuhkan dukungan data ilmiah mengenai siklus hidup dan habitat kritis dari spesies ikan tertentu, seperti tempat asuhan, tempat bertelur, tempat mencari makan, musim pemijahan, dan jalur migrasi ikan.
"Wilayah yang ditetapkan dalam refugia perikanan bukan merupakan zona larang ambil tetapi merupakan area yang dapat dikelola secara berkelanjutan dan pada saat tertentu harus ditutup, terutama pada waktu musim puncak pemijahan cumi-cumi. Penutupan penangkapan diperlukan demi kepentingan rekrutmen dan menjaga keberlangsungan hidup cumi-cumi", ucap Amula.
Naskah akademik yang dihasilkan pada FGD ini diharapkan dapat diadopsi dan menjadi model pengelolaan sumber daya perikanan cumi-cumi berkelanjutan berbasis refugia di Perairan Bangka Belitung pada khususnya, dan di perairan lainnya dengan adaptasi lokasi. Kawasan refugia perikanan yang direkomendasikan dalam naskah akademik tersebut adalah seluas 157.669,35 hektare yang meliputi 9.581,27 hektare refugia pemijahan dan 148.087,08 hektare refugia asuhan. Kawasan refugia tersebut berada di wilayah perairan Pulau Bangka bagian utara, meliputi perairan utara Tuing, gugusan karang Jagur, pesisir Belinyu, dan pesisir Riau Silip.
Dalam kesempatan tersebut, Sekretaris Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Wahyono mengapresiasi upaya yang dilakukan pemerintah pusat untuk ikut serta melestarikan komoditas cumi-cumi di Perairan Bangka Belitung.
"Mewakili Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, kami sangat mendukung dan apresiasi setinggi-tingginya kepada KKP yang telah melakukan kajian perikanan refugia ini. Selanjutnya dibutuhkan komitmen berbagai stakeholder terkait untuk dapat mengimplementasikan rekomendasi KKP," ujar Wahyono
Fisheries Refugia merupakan proyek kajian yang diinisiasi oleh KKP bekerja sama dengan South East Asian Fisheries Development Center (SEAFDEC),organisasi internasional di bidang kelautan dan perikanan yang bertujuan mendorong pengembangan sektor perikanan secara berkelanjutan di kawasan Asia Tenggara. Kerja sama ini dimulai pada tahun 2019 dan akan berakhir di penghujung tahun 2022. BRPSDI ditunjuk sebagai unit pelaksana teknis pada proyek kerja sama tersebut.
Admin Pusat Riset Perikanan 14 Oktober 2022 Dilihat : 216