PROLOG: GAMBARAN KONDISI EKOSISTEM PERAIRAN DAN SUMBER DAYA PERIKANAN TELUK JAKARTA DAN KEPULAUAN SERIBU (GREATER JAKARTA BAY ECOSYSTEM)
Ngurah N. Wiadnyana1), Sri Turni Hartati1), Krismono2), dan Widodo S. Pranowo3)
1)Pusat Riset Perikanan, BRSDM, Jakarta
2)Balai Riset Pemulihan Sumber Daya Ikan, BRSDM, Jatiluhur
3)Pusat Riset Kelautan, BRSDM, Jakarta
A. PENDAHULUAN
Posisi geografis Teluk Jakarta dan perairan Kepulauan Seribu yang terletak dekat dengan Wilayah Ibu Kota Negara, Jakarta membuat perairan ini banyak mendapat pengaruh berbagai faktor dari kegiatan penduduk Jakarta dan sekitarnya baik di daratan, pesisir, dan lautan. Berbagai masukan antropogenik ke dalam perairan membuat kondisi perairan dapat berubah dari kondisi yang normal menjadi kesuburan yang berlebihan (eutofikasi). Banyak nutrien dapat mengakibatkan tingginya kandungan plankton di Teluk Jakarta dibandingkan dengan perairan lainnya di Indonesia (Wiadnyana, 1983). Disamping itu juga di perairan Teluk Jakarta dan sekitar nya sering terjadi kasus ledakan populasi fitoplankton (alga blooms). Sebagai dasar kehidupan dalam ekosistem perairan, tingginya fitoplankton dapat mendukung kehidupan berbagai jenis ikan yang membentuk suatu jaringan makanan (food web).
Teluk Jakarta terdiri dari dua ekosistem pantai, yaitu Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu yang disebut sebagai Greater Jakarta Bay Ecosystem, terbentang dari garis bujur timur 106 20‟- 107 03‟dan garis lintang selatan 5 10" - 6 10", terletak di bagian barat Tanjung Pasir dan bagian timur Tanjung Kerawang (Gambar I.1). Kepulauan Seribu merupakan gugusan 110 pulau pulau kecil dengan rataan pantai dangkal dan terlindung memiliki ciri khas karang penghalang dengan rataan pantai reef flet dan goba (lagoon). Secara ekologis merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Kawasan Metropolitan Jakarta.
Gambar I.1. Gambar peta ekosistem Teluk Jakarta secara luas (Greater Jakarta Bay Ecosystem): A-Teluk Jakarta dan B-Kepulauan Seribu.
Kompleksitas dari perairan Teluk Jakarta sampai ke perairan Kepulauan Seribu dapat diungkap melalui berbagai informasi tentang status sumber daya ikan dan kondisi lingkungan perairan yang mencakup organisme benthos, plankton, dan hidrologi perairan. Kondisi ekosistem perairan Teluk Jakarta bersifat dinamis akibat dari pengaruh masukan berbagai bahan antropogenik yang datang dari daratan melalui sungai-sungai yang bermuara di Teluk Jakarta dan dari Laut Jawa. Permasalahan yang serius dalam sektor perikanan dan kelautan yang terkait dengan kelestarian sumber daya hayati laut adalah pemanfaatan berlebih (over exploitation), alat tangkap yang merusak lingkungan, degradasi habitat, pencemaran, introduksi spesies asing, kawasan lindung menjadi peruntukan lainnya, dan perubahan iklim global dan bencana alam (Dermawan et al., 2008). Kondisi Teluk Jakarta dan sekitarnya akan diuraikan lebih rinci melalui bab-bab yang disajikan dalam buku bunga rampai ini.
B. KONDISI EKOSISTEM PERAIRAN
Di Teluk Jakarta terdapat berbagai habitat penting yang membentuk suatu ekosistem, seperti estuaria, mangrove, lamun, dan karang. Kondisi yang terjadi bahwa perairan Teluk Jakarta telah banyak mengalami tekanan pencemaran dan di bagian utara (Kepulauan Seribu) dibatasi oleh Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (Gambar I.2).
Seperti halnya kondisi terumbu karang di dunia khususnya Indonesia mengalami tingkat degradasi yang luar biasa. Demikian juga terumbu karang di Kepulauan Seribu yang pernah jaya pada era tahun 1980, sejumlah penelitian menunjukkan bahwa memasuki dekade tahun 2000 terumbu karang di Kepulauan Seribu yang rusak mencapai 70% dan yang kondisi baik hanya 10%. Upaya yang dilakukan untuk penanganan degradasi terumbu karang yang telah terjadi, Pemerintah Kepulauan Seribu melakukan terobosan melalui program transplantasi karang dengan melihat keberhasilan program terumbu buatan yang terjadi di Hawai, Karibian dan Philipina. Transplantasi karang di kepulauan Seribu dilakukan di kawasan area perlindungan laut (DPL) dan sekitar kawasan pulau pemukiman.
Kerusakan habitat pada umumnya terjadi di Teluk Jakarta dengan berkurangnya hutan mangrove, luasan padang lamun, dan adanya pengerukan pasir laut serta cemaran logam berat. Hasil tangkapan ikan, udang dan rajungan menurun drastis. Hutan Mangrove diduga tidak berkembang dengan baik karena akarnya tertutupi oleh sampah-sampah plastik yang terdampar ketika kondisi air surut. Sampah plastik disinyalir bersumber dari sungai-sungai yang bermuara di Teluk Jakarta dan sekitarnya, lihat Gambar I.2 (Jasmin et al., 2019).
Gambar I.2. Simulasi computer lintasan sampah mikroplastik yang digelontorkan dari muara-muara sungai di Teluk Jakarta. [ATAS] Musim Penghujan. [BAWAH] Musim Kemarau. Sumber gambar Jasmin et al. (2019).
Sampah makroplastik tersebut diduga juga berasosiasi dengan limbah organik dan anorganik yang dilepaskan dari pemukiman dan wilayah perindustrian di sepanjang daerah aliran sungai (DAS). Baik limbah organik dan anorganik, pada jangka waktu yang lama disinyalir berdampak pula terhadap komunitas biota laut yang hidup di Teluk Jakarta.
Admin Pusat Riset Perikanan 27 Oktober 2021 Dilihat : 1286