Limbah hasil perikanan ternyata mempunyai nilai ekonomis yang tinggi karena bisa menghasilkan gelatin. Selama ini limbah pengolahan perikanan di Indonesia masih belum dapat memberikan nilai tambah. Salah satu cara untuk meningkatkan nilai tambah limbah adalah mengolahnya kembali menjadi bahan baku untuk industri lain.
Gelatin disebut juga miracle food karena hingga saat ini fungsinya masih sulit digantikan dalam industri makanan dan farmasi. Selama ini Indonesi masih mengimpor gelatin dari Amerika Serikat padahal sebagian besar gelatin produksi Amerika terbuat dari kulit babi, sisanya 33,3% dari tulang babi, dan 16,7% dari organ dalam sapi.
Harga gelatin sapi lebih mahal dibandingkan dengan gelatin babi sehingga produsen lebih memilih gelatin babi karena dapat menekan biaya produksi. Dengan demikian diperlukan sumberdaya hewani baru bagi produksi gelatin yang murah, mudah, dan aman dikonsumsi serta mempunyai kualitas yang baik dan memenuhi persyaratan untuk pangan dan farmasi.
Pembuatan gelatin
Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan sejak tahun 2003 memproduksi gelatin dari limbah kulit ikan tuna sebagai bahan baku untuk industri farmasi.
Pemilihan ikan tuna sebagai sumber bahan baku gelatin karena merupakan salah satu ikan ekonomis penting dari perairan Indonesia. Ketersediaannya melimpah dan banyak digunakan pada industri pengolahan hasil perikanan. Kementerian Kelautan dan Perikanan mencatat bahwa limbah dari tuna dan cakalang mencapai 105,987 ton/tahun.
Bahan dan alat untuk membuat gelatin sangat mudah dan murah. Pertama, kulit ikan dibersihan kemudian dimasukkan ke baskom berisi larutan kapur dan enzim papain atau ekstrak daun pepaya dan diaduk perlahan. Kulit kemudian dicuci dengan air mengalir setelah itu direndam dalam larutan asam sitrat atau citrun selama 12 jam atau sampai kulit mengembang.
Kulit yang sudah mengembang dimasukkan ke gelas beaker yang berisi air 2 kali berat kulit kemudian diekstraksi dengan cara memasukkan gelas beaker ke panci berisi air. Suhu air dalam gelas beaker 55 ⁰C dan diekstraksi selama 2 jam. Perlu penyaringan hasil ekstraksi untuk memisahkan cairan dari padatan. Cairan hasil ekstraksi dituang ke loyang kemudian dioven atau dijemur. Gelatin kering berbentuk lembaran siap digunakan.
Aplikasi pada Tablet
Pemilihan tablet sebagai media aplikasi karena merupakan bahan sediaan yang paling banyak digunakan. Tablet yang dihasilkan harus memenuhi persyaratan yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan antara lain uji visual, keseragaman bobot, keseragaman kandungan, kekerasan, keregasan, waktu hancur, dan laju kehancuran dalam tubuh. Parameter utama untuk menentukan efektivitas suatu bahan pengikat adalah nilai HFR/DT (hardness friability rate/disintregation time) atau nilai waktu hancur dan kekerasan dibagi dengan waktu hancur tablet tersebut.
Tablet yang menggunakan gelatin ikan sebagai pengikat, misalnya tablet furosemida, mempunyai kualitas sangat baik dilihat dari parameter Kementerian Kesehatan di samping hemat penggunaannya.
Keunggulan Teknologi
Gelatin ikan dapat menjadi solusi atas kebutuhan gelatin halal di Indonesia, di samping bahan baku yang murah dan mudah didapat. Penggunaan gelatin lebih murah dibandingkan dengan pati jagung atau singkong.
Biaya pembuatannya pun lebih rendah. Harga gelatin ikan Rp 50.000/kg, sedangkan gelatin sapi di pasar dalam negeri Rp 70.000 – Rp 140.000/kg, tergantung kemampuannya menjendal (bloom) yaitu 80, 100, 150 atau 200. Gelatin ikan mempunyai nilai bloom jauh lebih tinggi yaitu 371.
Teknologi pembuatan tablet dengan gelatin sebagai bahan pengikatnya dapat mendorong berkembangnya pemanfaatan limbah hasil perikanan sebagai bahan baku pembuatan gelatin halal yang aman, murah, dan mudah.
(Penulis: Fera Roswita Dewi - Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan)
Data BRSDM 13 Agustus 2018 Dilihat : 5200